Author
Laras Anindita
Cast
Moon Ga Young
Kai
Jung Soo Jung
Genre
Romance, Friedship, Family, School Life.
Rating
14+
Disclaimer
Ini FF asli buatan aku sendiri dan ga ngejiplak, ya
maaf kalo ada kesamaan nama #namanya udah jadi trendsetter. Maaf kalo ada typo
bertebaran, maklum saya manusia biasa. jangan bosen-bosen buat baca. Part
selanjutnya bakal aq share lagi sampe nunggu target viewer.
PLAGIATOR GO AWAY
Copas izin dulu ma Author...
Comment sangat dihargai dan diharapkan
DON'T BE SILENT READER guys
*HAPPY READING*
BEFORE : “Kita mau ke mana, Ga young?” tanya Min Ra yang dari tadi mengikuti di belakangku.
“Um, kita ke toko yang serba pink dan ungu itu, okay” ucapku sambil menunjuk sebuah toko ber-banner pink yang ada di seberang escalator.
“Baiklah, aku juga ingin membeli sesuatu” ucapnya sambil mempercepat langkah kakinya.
Aku dan Min Ra berbincang dengan gembira saat menuju toko itu, tapi seketika kegembiraanku amblas di telan bumi ketika melawati escalator itu dan melihat seseorang.
-------NEXT EPISODE
-------NEXT EPISODE
Aku dan Min Ra
berbincang dengan gembira saat menuju toko itu, tapi seketika kegembiraanku amblas di telan bumi ketika melawati escalator itu dan
melihat seseorang yang sangat aku kenal. Aku terpaku menghadap escalator itu.
Dan orang yang ada di escalator itu menggenggam erat tangan orang yang ada di
sebelahnya. Lambat demi lambat escalator itu mulai berjalan naik. Matanya yang
coklat lalu berbelok menatapku, tatapan dingin yang tak pernah kukenal
sebelumnya.
“Kai” ucapku lirih. Melihatnya bersama
perempuan lain, yaitu Soo Jung, begitu membuat hatiku remuk.
Dia hanya terdiam di hadapanku dengan
tetap menggandeng tangan Soo Jung.
Mataku menyipit melihatnya yang bajingan
“Ka..kau.. bersama..nya?” tanyaku seolah melemah dengan menunjuk perempuan
biadab itu. Butir bening mulai berlinang di pipiku, tapi cepat-cepat kuhapus.
Agar aku tidak terlihat lemah dihadapannya.
“Iya” jawabnya santai dengan senyum manis
yang sebenarnya sangat bullshit. Dia melenggang pergi dari hadapanku dengan merangkul pundak Soo Jung.
Tubuhku hanya diam dan terpaku. Aku hanya
bisa merasakan rahangku yang mengeras. Sebuah goncangan bergerak di tubuhku,
yaitu dari tangan Min Ra, dia yang menjadi saksi bisu semua kejadian ini. Aku
berpegangan pada tubuh Min Ra, tubuhku serasa berat.
Dia merangkulku “Kau tak apa-apa Ga
Young?” tanyanya, yang benar-benar tak pantas untuk di tanyakan. Sudah jelas
saat ini diriku sedang tidak baik-baik saja.
Tapi aku tetap diam tanpa mengatakan satu
kata patah pun untuk menjawab pertanyaannya.
“Aku ingin pulang Min Ra” ucapku sambil
melepas pelukannya.
“Ayo” ucapnya sambil menggandeng tanganku.
Aku menggeleng perlahan “Tidak Min Ra”
ucapku sambil melepas pegangan tangannya “Aku pulang sendiri saja, terima kasih
sudah menemaniku jalan-jalan, hati-hati di jalan eoh” ucapku dengan air mata
yang mengalir di pipiku dan menyunggingkan senyum penuh kepaksaan.
“Young, apa tidak aku saja yang
mengantarmu” tanyanya sambil menyentuh tanganku. Aku hanya menggelengkan
kepalaku sejenak.
“Baiklah, hati-hati” ucapnya. Melenggang
dari tempatku berdiri.
^_
Deras hujan bergemericik merdu tak berlagu. Percik air hujan seputih salju.
Mataku yang sembab tersamarkan oleh air hujan yang begitu dingin ini. Tak ada
lagi sesorang yang bernama Kai itu. Hatiku serasa tersayat melihat seluruh
kejadian itu. Ternyata Jung Soo Jung benar-benar busuk, dia tega merebut
seluruh kebahagiaan yang kumiliki. Aku mengacak rambutku yang basah ketika
mengingat kejadian yang menyiksaku tadi. Aku melamun menatap kosong tanpa tahu
apa yang ada di depanku.
Sebuah hantaman keras
tiba-tiba terasa begitu saja di tubuhku, aku terpelanting tak tahu kemana.
Sakit sekali hantaman yang kurasakan. Aku mencium cairan darah segar mengalir
dari kepalaku. Mataku tak kuat lagi untuk terbuka, langit mendung yang ada
dipenglihatanku tiba-tiba gelap dengan sayup-sayup suara ramai di telingaku.
^_
Peep..peep..peep..
Suara itu samar-samar mulai terdengar di
kupingku, hidungku yang mulai aktif ini serasa mencium bebauan obat medis.
Mataku mulai perlahan ku buka, kepalaku terasa sangat pening. Sekujur tubuhku
serasa panas, seakan aku sudah tertidur selama seminggu. Terasa begitu kaku.
Aku mengerjapkan kedua mataku berusaha mencoba menangkap cahaya yang ada
di ruangan ini, tapi kurasa rumah sakit ini sedang mati listrik, gelap sekali.
Aku mendengar suara pintu yang terbuka.
“Siapa itu?” aku berusaha mencari tahu
siapa itu.
“ini Appa, kau sudah sadar sayang?” ucap
orang yang memasuki ruangan ini yang ternyata Appa.
“Huft.. aku kira siapa, Appa apa sekarang
mati listrik?” tanyaku bingung.
Aku tersenyum ketika tangan seseorang
memegang tanganku lembut, “Sayang, ini eomma”
Ketika mendengar ucapan itu aku langsung
melempar tangan orang yang mengaku eomma “Eomma? Benarkah? Kau pasti berbohomg,
mana munkin eomma datang ke sini”
Tiba-tiba tubuh seseorang merengkuhku dan
terdengar suara isakkan di samping telingaku. Isakkan seorang wanita.
“Maafkan Eomma sayang, selama ini eomma
tidak pernah menjengukmu. Mianhae sayang, jeongmal mianhae”
Suara itu membuatku menitikkan air mata
seketika, aku langsung membalas pelukan eommaku “Iya eomma, aku bahagia
sekarang eomma sudah berada di sampingku– tiba-tiba ucapanku terhenti
“apa mati listriknya sudah selesai?” aku
melepaskan pelukannya.
Tangan seseorang terasa menyisir rambutku
ke belakang telinga “Kau tumbuh dengan cantik sayang, maafkan eomma yang
membuatmu kesepian.”
Aku hanya bisa membalas senyuman pada
eommaku “Aku rasa, dengan eomma meminta maaf dan berada di sampingku sekarang,
semua terasa indah bagiku”
“Sayang maafkan Appa dan Eomma yang harus
memberitahukan hal ini, sayang...–Aku tersenyum ke arah suara Appa yang begitu
khas–
Sebenarnya rumah sakit ini tidak sedang
mati listrik”
Seketika seklebat perasaan buruk melintas
di dalam benakku “Benarkah ini?? Aku..”
“Maksud Appa??” tanyaku berpura-pura
menyangkal perasaan burukku.
“Kecelakaan ini, menyebabkan dirimu
kehilangan penglihatanmu sayang. Maafkan Appa” Kata-kata itu terdengar seperti
petir di siang hari tanpa hujan.
“Benarkah?? Aku buta?” tanyaku yang masih
tak percaya dengan perkataan Appa yang benar2 masih mengiang di telingaku.
Mataku terasa mulai berlinangan air mata. “BENARKAH?? AKU BUTA??” aku hanya
bisa menangis. Dengungan pernyataan itu semakin keras dan keras membuatku
semakin sakit. Aku berusaha menekan dan menggenggam bantal yang ada di dekatku.
Eomma memelukku erat. Dia mengelus
kepalaku lembut. Aku tak bisa percaya dengan semua ini. Benar-benar
menyakitkan.
“Sayang tenanglah, eomma tahu ini sangat
sulit bagimu” Jawab eomma dengan suara serak karena menangis.
^_
Aku memegang kepalaku yang sakit, berusaha duduk perlahan dan mengusap keringat
yang ada di pelipis. Mimpi buruk itu, membuatku takut. Kenapa aku masih
tertidur di saat aku bangun. Gelap tak ada sesuatupun di depanku, aku mencoba
mencari sesuatu di dekatku. Gelap.. gelap..
Prank...
Aku menutup mulutku dengan tangan,
terkejut dengan apa yang aku lakukan.
Tiba-tiba aku berlinang, seseorang
sepertinya masuk ke dalam ruangan ini.
“Ada apa sayang?” suara Appa terdengar
jelas di telingaku.
Aku menggeleng kencang “Bukan aku... bukan
aku yang melakukannya.. bukan aku” aku menangis, kepalaku tertunduk.
“Tidak apa sayang, tidak apa” pelukan
hangat yang kurindukan, kini kurasakan.
Aku hanya terisak karena semua mimpi buruk
ini. “A..ku min..ta maaf Ap..pa, ini pasti.. se..mua.. karena.. a..ku
sela..lu..memb..uatmu..marah” aku kembali terisak.
Terasa Appa membelai rambutku lembut, dia
berkata lembut sekali sampai-sampai aku bisa berhenti menangis karena merasa
tentram mendengar suaranya “Appa.., appa tetap sayang pada anak appa apapun
yang terjadi. Jadi anak appa yang satu ini tidak boleh lagi menangis. Tuhan
akan selalu disisi kita apapun keadaan kita. Jadi kau harus kuat, sekarang
eomma dan appa sudah di sisimu. Dan jangan lupa..” tiba-tiba Appa melepas
pelukannya. Aku merasakan jari apa yang menyentuh bibirku dan membentuk bibirku
untuk tersenyum “Tetaplah tersenyum, dan jadilah lebih baik lagi. Appa yakin
kau bisa tabah.” Ucapan Appa itu benar-benar menyentuh lubuk hatiku. Aku
beruntung bisa menjadi anaknya. Tapi senyuman ini tetap saja bukan dari dalam
diriku.
^_
Author POV
Sepasang benik mata, menatap kosong ke arah jalan yang padat dengan warga Korea
berlalu-lalang. Dia sadar akan dirinya yang begitu lemah. Tongkat yang begitu
konyol dan memalukan harus ia bawa setiap saat sebagai penentu arah. Arah yang
tak pernah ada dalam visualnya. Dia menghela nafas berat, langit dan segalanya
tampak gelap saja, sama setiap saatnya. Dia menggenggam tangannya erat, tatapan
nanar yang kosong tertancap di benik matanya. Benci akan takdirnya, tak adil
dan begitu curang. “Tuhan tak adil. aku benci Kai, aku benci Jung soo Jung.
Segalanya tak adil bagiku” perasaan itu yang
berkecamuk dalam benak Ga Young.
Ocehan ria yang selalu Ga Young buat kini
hanya bualan semata. Ia merasa dirinya adalah orang yang paling menyedihkan.
Beku, dingin, dendam,dan acuh adalah Ga Young yang sekarang. Ga Young terus
menggigit bibir bawahnya begitu kuat, sampai-sampai darah segar menetes ke baju
yang menurutnya kini tak berwarna lagi. Ia tak merasa perih sama sekali, karena
rasa itu tak seperih apa yang ia rasakan sekarang.
Ga Young mulai berjalan perlahan, ia
melepas tongkat penuntunnya itu dan menjatuhkannya ke tanah. Tatapan kosong dan
benci terus tergambar. Dengan tangannya yang menggenggam erat boneka beruang
yang begitu kecil di tangan kirinya. Ia berjalan lurus tanpa
memperhatikan langkahnya. Melenggang tak tentu arah, hanya pendengarannya yang
bermain. Ia menuju arah yang begitu ramai, tatapan kosong dan putus asa. Ia
merasa dirinya tak berguna bagi siapapun. Sampai kapan pun Ia tak akan pernah
memaafkan dirinya sendiri jika Ia terus merepotkan orang lain. Ini sudah 1
tahun seusai kejadian mengerikan itu.
Ga Young menghirup nafas dalam-dalam
mencoba merasakan segarnya udara dunia. Untuk terakhir kalinya ia ingin
merasakannya. Tiba-tiba sebuah klakson seakan berteriak mengingatkannya. Ga
young memejamkan matanya dalam-dalam. Mobil itu melaju sangat kencang dan tidak
bisa mengerem laju kecepatannya. Ia memejamkan matanya dengan lekat,
dengan menggigit bibir bawahnya. Degup jantungnya berpacu cepat.
Bssss....
Angin itu berhembus kencang, melewati
tubuhnya. Mobil itu berhasil melewati dan menghindari Ga Young. Bahkan orang
yang ada di pinggir jalan juga meneriaki Ga Young.
Perlahan Ia membuka matanya dan meraba
kedua tangannya. “Aku.. aku belum mati.”
Ia hanya berdiam di tengah jalan, tetapi
seseorang mengajaknya untuk ke tepi jalan. Ia menggenggam Ga Young dan
mendudukkannya di taman yang tadi di duduki Ga Young.
“Nona, ada apa dengan Anda? Anda
bisa saja mati karena kejadian tadi.” Pria itu begitu menggebu-gebu menuturi Ga
Young.
Ga Young hanya menatap kosong dan seketika
butir bening mengalir dari benik matanya. Tiba-tiba Ia menangis dengan
tersedu-sedu. Ia menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya dan menangis
dengan kencang.
Pria itu kemudian memasang wajah
tercengang dan sedikit berpikir “Apa karenaku dia menangis?” Pria itu kemudian duduk
di sebelah Ga Young.
“Maafkan jika saya membuat anda menangis.
Mungkin masalah anda begitu berat sampai-sampai anda ingin menabrakkan dirimu
di jalan raya. Tetapi hal itu tak akan membuat masalahmu selesai. Bisa saja
Tuhan marah karena anda menyia-nyiakan hidupmu. Maafkan saya yang lancang
seakan mengaturmu.” Lalu pria itu terdiam dan tak lama, Ia menyodorkan
sehelai sapu tangan “Ini untukmu.” Ucapnya dengan nada lembut.
Ga young melepaskan telapak tangannya dari
wajahnya, wajahnya terlihat berantakan setelah menangis. Ia mencoba meraih sapu
tangan itu tetapi ia salah sasaran. “Sapu tangannya ada di sini” Ucap pria itu
lalu meletakkan sapu tangannya di tangan Ga Young.
“Terima kasih”
Sroootttt...
Suara itu begitu menggelikan, dan
menjijikan. Tapi tak apalah jika itu membuat Ga Young baikan. Pria itu sedikit
berangan-angan“Nona ini cantik tetapi.... sikapnya..” pria itu bergidik untuk
menghilangkan prasangka yang ada di benaknya. “Apa Anda sudah baikan? Jika
sudah, saya pergi dulu.” Pria itu berdiri dan sedikit membungkuk pada Ga young,
sebagai salam perpisahan “Anyeong..”.
Ga Young mulai sedikit tenang dan lega.
Karena ucapan pria itu, kini Ia tak lagi merasa terlalu putus asa seperti
sebelumnya. “Pria itu baik sekali padaku. Gamsahamnida.” Ia mengucapkan terima
kasih yang kedua kalinya, meski hanya dalam benak.
^-
Jam dinding yang berbentuk bundar mulai menunjukkan jarumnya pada 03.00 pagi.
Gadis itu hanya berdiam terduduk dikasurnya dan bersandar dengan memainkan mp3
dan sedikit bersenandung meski sangat lirih. Gadis itu begitu menghayati lagu
itu sampai-sampai mata kecilnya berlinang.
And your eyes, nose, lips
It haunts my memory I can’t forget you if I tried
I wanna believe in your lies
It haunts my memory I can’t forget you if I tried
I wanna believe in your lies
Itu sepenggal lirik lagu yang Ia
dengarkan, lagu “Eyes, Nose, Lips” yang di cover oleh Lydia Paek.
Ponselnya berdering sejenak. Sebuah voice
note masuk. Seperti biasa, voice note dari ibunya. Voce note itu berisi pesan
untuknya.
“Sayang.. ibu tahu kebiasaanmu,
tidurlah sekarang. Malam hampir berlalu, matamu tlah lelah.
Saranghae Moon Ga Young”
Ga Young selalu mendapat voice note itu
tiap malam dari ibunya.
Entah apa yang merasuki Ga Young
kini, Ia masih saja merasa ada yang mengganjal di benaknya. Kai, pria pengecut
itu begitu membuat Ga Young penasaran. Kai tak pernah menghubunginya
setelah kejadian itu.
Ga Young me-stop mp3 nya dan mulai
menyelimuti sekujur tubuhnya dan beranjak untuk tidur.
To be Continue.....
1 komentar:
alurnya kecepetan,
next dong...
Posting Komentar