Poster by Me
A Oneshot (±5k) by Laras Nindi I
Starring Jeon Jungkook, Han Yerim(OC), and
other cast I
Rated G I Genre Bestfriend, Romance, Family, slight! Angst, Fluff I
Disclaimer
OC is my own! DO NOT PLAGIARISM!
Comment
Juseyo
-
Memang terasa
lebih sempurna jika tumbuhan bisa memiliki bunga bunga, karena lebih indah.
Tapi tidak selamanya bunga selalu mekar bersama tumbuhan, ada kalanya tumbuhan
harus berdiri sendiri.
-
Aku
berbaring dengan beralaskan pasir dan terpejam menghadap langit. Sapuan ombak
sesekali menyapa jemari kakiku. Telingaku tak henti-hentinya mendengar suara
ombak yang saling bertautan. Udara yang hangat begitu familiar merasuk di
penciumanku. Kini aku membuka kedua mataku menoleh pada siluet seseorang yang
juga berbaring dengan melipatkan kedua tangan di belakang kepalanya. Aku tak
henti-hentinya menatap lekat tiap lekuk wajahnya.
Tak pernah berubah. Rahang
yang nampak tegas, dengan hidungnya yang mancung, bibirnya yang tipis dan
berwarna pink muda, serta matanya yang kini masih terpejam menikmati suasana.
Tak terasa ujung bibirku otomatis sedikit tertarik ke atas. Entah mengapa,
namun aku selalu nyaman berada di sisinya. Dia selalu tahu bagaimana diriku,
menjagaku, menghiburku tak kala sedih, dan selalu tersenyum saat melihatku. Aku
bisa melihat wajahnya terhalang helai-helai rambutnya yang tersapu angin.
“Sampai kapan kau akan menatapi
wajahku?” Aku tersenyum mendengar penyataannya.
Ia membuka kedua matanya dan
menoleh ke arahku.
“Sampai aku bosan.” Kata-kata yang
begitu saja meluncur tanpa pembatas. Kini aku kembali memalingkan wajahku pada
langit cerah yang nampak menjingga.
“Kapan saat itu tiba?” Tanyanya
enteng.
Kini jemariku meringsut pada jemari
tangannya, “Bahkan kata bosan tak akan pernah terbesit sekalipun, kita akan
begini selamanya.”
Aku bisa merasakan ibu jarinya
mengelus lembut punggung tanganku, “Apa aku bisa memegang kata-katamu?”
Aku menoleh dan tertawa renyah,
“Jangan pegang kata-kataku, karena selamanya kata-kata tak akan bisa dipegang.
Kau cukup buktikan saja.”
“Jungkook-ah apa kau masih ingat bagaimana kau menangis saat terjatuh dari
ayunan?” Ingatan tersebut masih terpatri dengan jelas di memoriku. Wajahnya
yang chubby kala itu dengan pipi yang
sedikit merona merah dan mata sipitnya yang mengeluarkan air mata. Begitu lucu.
Wajahnya kini nampak sedikit
bersungut “Kenapa kau tanya kejadian itu lagi, itu sudah 10 tahun yang lalu,
saat aku masih di taman kanak-kanak.”
“Hahaha aku masih bisa mengingat
dengan jelas bagaimana kau menangis kala itu. Bisa kah kau mempraktekannya
lagi?” Aku terkekeh ke arahnya. Aku suka saat wajahnya nampak kesal.
“Huhuhu..” Ia mengece ke arahku, mempraktekkan anak-anak yang menangis dengan
asal.
Aku harap kita akan tetap begini
Jungkook. Sampai nanti kulitku mulai menua dan rambutku mulai putih dengan
sendirinya. Sampai gigi kita satu persatu mulai copot dengan sendirinya. Sampai
tua nanti.
Tiba-tiba saja aku mengingat petuah
almarhum nenekku dahulu, jika kau
benar-benar mencintai seseorang maka genggamlah dia, namun jangan membuatnya
terlalu terkekang denganmu, biarkan cinta itu datang namun bukan sekarang tapi
nanti jika kau sudah cukup tahu bagaimana cinta yang sesungguhnya dan bisa
menggenggamnya selamanya.
Aku terhenyak mengingat ingatan itu.
“Berjanjilah Jungkook kau tak akan
pernah meninggalkanku.” Aku menunjukkan kelingkingku.
Ia tersenyum dan mengaitkan
kelingkingnya padaku.
Persahabatan yang selama ini kami
bina. Aku tak akan membiarkan sesuatu merusaknya. Aku akan selalu menyayangi
Jungkook, dia akan selalu mendapatkan posisi spesial di hatiku. Kami tidak akan
terpisahkan, kami selalu bersama sejak kecil. Dia adalah orang yang paling
dekat denganku bahkan melebihi kedua orang tuaku yang hanya bisa mengurusi
bisnisnya.
Aku bangun
dan duduk di atas pasir menangkap matahari yang mulai mencelupkan perlahan
tubuhnya ke laut. Jungkook juga bangun dan duduk di sampingku. Hampir setiap
sore aku dan Jungkook akan ke pantai sekedar mengusir penat yang ada. Rumah
kami memang berada dekat dengan pantai. Aku tinggal di sini bersama almarhum
nenekku dulunya, karena orang tuaku dulu tak sanggup mengurusku. Tapi kini aku
hanya tinggal sendiri di rumah. Ketika nenek meninggal, orang tuaku pernah
mengajakku untuk tinggal bersama di Seoul namun aku menolaknya. Lebih baik aku
di sini dengan hidup yang sederhana namun tidak kesepian, dari pada aku hidup
mewah di kota tapi aku kesepian. Aku sudah cukup bahagia dengan sahabat karibku,
bahkan lebih dari cukup. Rumah kami bahkan hampir berdempetan hanya terpisah
oleh halaman samping. Dan jendela kamarku bersebrangan dengan jendela kamar
Jungkook. Suatu kebetulan, atau itu takdir Tuhan? Membiarkan kami bertemu
dengan mudahnya.
Aku menyandarkan kepalaku pada
pundaknya yang begitu bidang. Dan kini rahangnya juga menumpu di atas kepalaku.
Kami hanya terdiam satu sama lain. Kalut dalam pikiran masing-masing. Tanpa
sepatah kata, dan membiarkan bising pantai memenuhi telinga kami.
Ibu
Jungkook merupakan koki yang hebat di distrik kami, Ia memiliki restoran yang
selalu di datangi pengunjung terutama jika hari libur, restoran akan penuh
dengan pengunjung dan Jungkook akan disibukkan dengan kegiatan melayani
pelanggan. Bahkan terkadang aku juga membantunya melayani pelanggan yang ada.
Memang ada 2 pegawai yang bekerja di restoran tersebut, namun itu tak akan
cukup melayani pelanggan di hari libur. Bahkan terkadang aku mendapat makanan
ekstra atau upah dari nyonya Jeon- ibu Jungkook. Aku sudah mengenal dekat
keluarga Jungkook, namun tidak terlalu dengan ayah Jungkook yang pulang sebulan
sekali. Ayahnya merupakan salah satu bagian dari direksi koran nasional Korea.
Ayahnya mengontrak di Seoul. Selain itu Jungkook juga memiliki seorang adik
perempuan bernama Nami, dia sangat cantik, sama seperti nyonya Jeon-ibunya.
Aku mulai terperanjat dan bangkit
dari posisiku. Mulai membersihkan rokku yang ditempeli pasir-pasir pantai. Aku
rasa semilir angin begitu dingin, karena aku hanya terbalut seragam sekolah
yang dari pagi kupakai.
“Ayo pulang.” Aku mengajaknya untuk
beranjak dari tempat ini. Jungkook mulai
berdiri.
“Ayo. Aku penasaran, apa yang
dimasak eomma untuk makan malam.
Yeri-ah ayo ke rumahku dahulu untuk
makan malam.”
Aku tersenyum sumringah menatapnya,
“Baiklah, tapi aku akan pulang untuk membersihkan diriku terlebih dahulu.”
Tak lama kami melangkahkan kaki,
kami sampai di antara rumahku dan Jungkook, lalu kami berpisah.
Aku sampai
tepat di depan pintu rumahku yang gelap gulita. Aku hanya tersenyum kecut, lalu
membuka knop pintu yang cukup tua. Suasana sepi menyambutku setibanya aku di
dalam. Aku segera menyalakan saklar lampu, dan semuanya kembali cerah.
Sebenarnya aku takut kegelapan selama ini, hanya saja aku selalu berusaha
mengingat memori indah kala aku bertemu dengan kegelapan. Mengingat nenek atau
Jungkook, mereka adalah hal terindah.
Kini
tubuhku sudah terasa lebih segar. Setelah air dingin mengguyur ujung rambut
hingga kakiku. Aku hampir siap ke rumah Jungkook. Hanya dengan merapikan
sedikit tatanan rambutku, semua siap. Aku tidak sabar dengan masakan nyonya
Jeon.
Aku segera mengetuk pintu rumah
Jungkook. Dan tak lama seseorang datang membukakan pintu untukku.
“Anyeonghaseyo.” Aku mengulum senyum saat Nami ̶
adik Jungkook membukakan pintu untukku.
“Eonnie!!” Ia berseru kegirangan, lalu memelukku kilat. Nami
mempersilahkan untuk masuk ke dalam. Aku mencium bau sedap yang cukup
menyengat, bahkan sebelum aku sampai di ruang makan.
Kini aku duduk di samping Jungkook
dan di hadapanku ada Nami, lalu di sebelah Nami ada nyonya Jeon.
“Wah eomma sepertinya semua nampak lezat.” Aku bisa melihat ttoekboki, kimchi, dan jajangmyeon yang nampak lezat.
Aku memanggil nyonya Jeon dengan
sebutan eomma sejak kematian nenekku
1,5 tahun yang lalu. Beliau sudah seperti ibuku sendiri. Bahkan panggilan ‘eomma’
merupakan ide nyonya Jeon. Ia dengan senang hati menganggapku sebagai putrinya.
“Terima kasih Yeri-ah.” Kecap nyonya Jeon yang tersenyum
padaku.
Aku menyungging lengan Jungkook,
“Kau beruntung Kookie-ah, kau punya eomma yang baik hati dan pintar sekali
memasak.”
Dia mencubit pipiku begitu saja “Dan
satu lagi. Aku juga punya sahabat yang bawel
dan cantik.”
“Ya.. aku tidak bawel hanya sedikit cerewet.” Aku
mendengus kesal pada Jungkook.
Lalu Nami juga cemburu “Lalu
bagaimana denganku?”
Jungkook memukul kepala Nami dengan
sendok “Ya Nami, kau juga, adik yang menyebalkan...” Aku melihat Jungkook
terkekeh setelahnya.
Nyonya Jeon segera menuangkan salah
makanan pada mangkuk kami, “Sudah jangan bertengkar, cepat makan. Mumpung masih hangat.”
Kami makan dalam diam. Tak lama
untuk kami menghabiskan semua makanan, bahkan tanpa noda sedikitpun di atas
mangkuk. Kini perutku terisi penuh dengan makanan lezat.
“Jalmokhaesimnida..” Ucapku sekali lagi.
Di atas meja makan yang cukup
sederhana, aku bisa merasakan kehangatan. Kami bercengkerama satu sama lain,
dengan canda dan tawa sebagai padanannya. Kegiatan seperti ini sudah sering
kualami, meski tidak tiap hari.
“Eomma aku akan ke kamar.
Kajja Yeri-ah.” Kini Jungkook
mengajakku untuk ke kamarnya. Terkadang aku ke kamar Jungkook untuk sekedar
bermain atau berbincang dengannya.
Aku duduk di pinggir ranjang
Jungkook,
“Jungkook-ah sini..” Aku menepuk
posisi yang ada di sebelahku. Tak lama Jungkook duduk di sampingku.
“Yeri-ah bolehkah aku bercerita padamu?” Gumamnya lalu menatap tepat di
mataku.
Aku terkekeh “Kau aneh sekali,
cerita ya cerita saja. Parebwa.”
Kecapku.
“Aku menyukai seseorang Yeri-ah.”
Aku tertohok dengan pernyataan
Jungkook, bahkan Ia tak pernah menerima pernyataan cinta gadis-gadis di sekolah,
sekalipun mereka cantik. Dan kini aku mulai penasaran siapa gadis itu? seperti
apa rupanya? “Jinja?? Nugu? Nugu?”
Aku begitu bersemangat. Aku merubah posisiku menghadap ke arahnya bersiap
mendengar seluruh cerita darinya dan bersandar di ranjang.
“Dia perempuan ̶
Aku langsung melemparnya dengan
bantal “Tentu saja bodoh, aku sudah tahu jika dia perempuan.”
Ia mengerucut kesal “Dengarkan aku
dulu idiot, kau ini merusak suasana saja- Aku sudah bersiap mendengarkannya.
“Dia gadis berambut lurus, dia
selalu terlihat ceria, dia sederhana, dan dia .... sudahlah aku malas
bercerita, kau merusak moodku Yeri.”
“Ya Kokie ah,.. aku penasaran siapa yeoja
itu. Kookie kookie kookie ayoolah..” Aku memasang aegyo ampuh milikku.
“Sireo.” Jungkook menggelengkan kepalanya padaku. Ya sungguh
menyebalkan, aku sungguh ingin mendengar Ia bercerita.
“Apa kau ingin bermain kartu?”
ajaknya namun aku berusaha mengalihkan pandanganku dari Jungkook, memunggunginya.
Aku langsung menyambar salah satu koleksi komik milik Jungkook, dan membacanya
sambil berbaring memunggungi Jungkook.
“Ya Ratu Ngambek, baiklah jika kau tak ingin main denganku.”
Author POV
Mereka saling membisu satu sama
lain, Jungkook hanya terdiam menatap punggung Yeri yang diam memegang komik.
Lama sekali Yeri tak membalik halaman komik itu. Kemudian Jungkook mengintip
wajah Yeri pelan-pelan. Bahkan Ratu Ngambek sudah tertidur tak berdaya dengan
komik yang tergeletak di tangannya. Jungkook segera bangkit dari kasur
pelan-pelan, beralih ke sisi ranjang satunya dimana Ia bisa melihat wajah Yeri.
Bibir Jungkook membuat kurva kecil saat manik matanya menangkap bayangan wajah
perempuan yang kini ada di depannya. Ia mengambil komiknya dan meletakkan di
rak. Kemudian menaikkan selimut ke tubuh Yeri. Ia segera keluar dari kamar dan
menutup pintu perlahan.
“Eomma, biarkan Yeri tidur di kamarku. Dia ketiduran, aku akan tidur
di sofa.” Kecap Jungkook sambil membenarkan posisinya di atas sofa.
Nyonya Jeon menghampirinya sambil
membawa sebuah bantal dan selimut, “Iya. Pakai ini.” Mengulurkannya pada
Jungkook.
5.00
KST Yeri mengerjapkan matanya beberapa kali, terbangun dari mimpi buruknya. Nafasnya
masih memburu dan beberapa biji jagung keringat mengalir di pelipisnya. Yeri
melihat sekitar, semua sepi dan Ia mulai beranjak menuju ruang keluarga. Ia
menangkap sosok di atas sofa panjang, namja yang familiar dan selalu
menemaninya. Selimutnya bahkan sudah tak beraturan jatuh di lantai. Yeri
melangkah untuk memungut selimut itu, membenarkan posisinya di atas tubuh
Jungkook yang terlelap.
Yeri beranjak ke dapur dan
mendapati nyonya Jeon sedang menyiapkan sarapan dan bahan-bahan untuk di
restoran hari ini.
“Eomma, mau masak apa?” Yeri berjalan ke sebelah nyonya Jeon yang
sedang memotong daun bawang.
“Telur dadar. Bantu eomma untuk mengaduk telurnya, di sana.”
Tunjuknya dengan dagunya.
Yeri lekas mengaduk 3 telur yang
sudah ada di dalam mangkuk “Eomma,
apa eomma sudah tambahkan garam?”
“Belum, sekalian tambahkan garamnya
eoh.”
Sudah pukul 5.30 KST dan seluruh
sarapan sudah siap di atas meja makan. Ada Jus mangga, telur dadar, nasi, sayur,
dan masih ada beberapa masakan lagi.
“Eomma aku pulang dulu, aku harus bersiap-siap ke sekolah.” Setelah
meletakkan makanan terakhir di atas meja.
“Baiklah, tunggu dulu. Bawalah
beberapa makanan.” Nyonya Jeon segera mengambilkan kotak makan dan memasukkan
beberapa lauk serta nasi.
“Untukmu sarapan, terserah kau mau
makan di rumah atau sekolah yang penting harus sarapan. Oh iya sebelum kau pulang,
tolong bangunkan Jungkook dulu.”
“Algaesimnida eommaa.. terima kasih untuk makanannya Eomma.” Yeri meneteng kotak makannya.
Di ruang keluarga Ia masih melihat
Jungkook tertidur pulas, dan lagi-lagi selimutnya sudah ada di lantai. Yeri
menepok dahinya
Plek..
“Aisshh dasar Jungkook.” Umpatnya.
“Jungkookk bangun.” Sambil mengoyak
pundaknya. Namun Jungkook mengacuhkan dan hanya membalikkan posisinya
memunggungi Yeri.
“Ya Jungkook! Ppali ireona..!” Jungkook tak bergeming dari posisinya sedikit pun.
Yeri kembali melakukan aksinya
yaitu memukul-mukul kakinya agar segera bangun, namun nihil. Kebiasaan Jungkook
adalah sangat sulit untuk di bangunkan. Satu-satunya senjata paling ampuh
adalah..
“Ayo bangun Kookie ah..” Yeri menggelitiki Jungkook, dan
Jungkook menggeliat seperti cacing kepanasan.
Jungkook langsung terlonjak duduk,
“Ya Yeri-ah, neo napeun yeoja.
Lihatlah aku masih mengantuk.”
“Terserah, aku pulang dulu, anyeoonggg.”
Baru saja Yeri berjalan beberapa
langkah tapi Jungkook kembali berbaring untuk kembali tidur, “Ya! Kookie jangan
tidur lagi!!” peringat Yeri dan Jungkook langsung kembali bangun.
Pagi
ini Yeri sudah siap untuk berangkat. Ia menggendong tas kuningnya dan tak lupa
bekal dari nyonya Jeon. Baru saja beberapa langkah Yeri menginjakkan kaki di
ruang tamu, bel rumah berbunyi.
“Nde.. tunggu sebentar..”
Sedetik setelah membuka pintu Yeri
sudah mendapati seseorang tengah tersenyum manis di hadapannya.
“Kau sudah siap?” Sahut Jungkook.
“Sudah.”
Jungkook menarik tangan Yeri untuk
keluar dari pintu “Ayo berangkat.”
“Yak tunggu, kunci dulu pintunya.” Elak
Yeri.
“Aku yang kuncikan.” Jungkook
segera mengunci pintu, kemudian menarik tangan Yeri yang setia di pegangnya, “Kajja.”
Seperti hari-hari biasanya, mereka
akan berjalan bersama menuju halte dan berangkat denga bus. Bahkan terkadang
obrolan mereka benar-benar tak penting, namun mereka akan menertawakannya
bersama. Saat diperjalanan pun terkadang Jungkook akan melakukan keusilan.
“Ssst.. Yeri lihat ini. Akan ada
motor lewat.”
Sedetik saat motor lewat “Tuan..
banmu..!” Jungkook berteriak pada orang yang naik motor.
Orang itu menoleh pada bannya dan
Jungkook berucap “Bundarr!”
“Hahahaha..” Tawa Jungkook dan Yeri
bersamaan.
“Kya Jungkook, dasar kau ini. Kasian orang tadi ”
“Tapi kau tertawa bukan.” Yeri
hanya mengiyakan pernyataan Jungkook.
Saat di bus
mereka duduk bersebelahan dan mereka selalu berebut untuk duduk dekat jendela.
Dan hari ini Yeri kalah cepat untuk duduk dekat jendela. Mereka benar-benar
seperti anak kecil. Seperti biasa Yeri akan cemberut saat sahabatnya
mendapatkan apa yang dia inginkan. Namun tanpa babibubebo kini Jungkook tidur
menyandarkan kepalanya pada Yeri.
“Ya tidur sana sendiri!” Yeri mendorong kepala Jungkook sampai
kepalanya terpentok jendela.
Dagg..
“Ouchh” Jungkook merintih dan
mengelus kepalanya yang sakit.
“Lihatlah wajahmu jadi jelek jika
kau cemberut.” Namun Yeri tak mengidahkan kata-kata Jungkook. Dan kini wajah
Jungkook membuat raut-raut yang sangat jelek, agar Yeri tertawa.
Yeri hanya menahan tawanya “Yasudah
jika tidak mau tertawa.” Jungkook kembali tidur di pundak Yeri.
“Mmmppstt” Tawanya yang tak bisa
ditahan akhirnya sedikit keluar.
Sebenarnya Jungkook tahu itu meski matanya
terpejam. Ia hanya tersenyum kecil.
Hanya
tiga bulan lagi hari kelulusan mereka. Ujian akan diadakan satu bulan lagi, dan
itu bukan waktu yang lama. Namun sesuatu yang ditakutkan Yeri mungkin akan
terjadi. Harus berpisah dengan orang-orang yang ia sayangi di Distrik Nam.
Saat istirahat Yeri membuka
bekalnya dan makan bersama teman-temannya. Haneul, Hani, dan Seulgi.
“Aku tak menyangka ujian tinggal
satu bulan lagi.”Ucap Hani sesekali menyesap minumannya.
Dan yang lainnya mengangguk, begitu
pula Yeri, “Kau benar, aku langsung merinding jika mengingatnya.” Sahut Haneul.
“Kalian akan kemana setelah lulus?”
Kini Seulgi mulai membuka mulut.
Yeri yang baru saja menelan
makanannya langsung berucap “Yonsei University, aku akan ambil jurusan hukum di
sana.”
“Aku akan ambil kedokteran.” Sahut
Hani.
“Dokter apa?”
Kini Hani menyibakkan rambutnya ke
belakang telinga “Tentu saja dokter kecantikan.”
“Kalau kau Haneul?”
“Aku akan ambil jurusan sastra
Jerman, aku sangat ingin ke Jerman. Kau sendiri Seulgi?”
“Aku ingin mencoba audisi di SM
Ent. Jika tidak berhasil aku akan mengambil di akademi seni.”
“Cocok sekali dengan bakatmu, kau
juga cantik. Aku mendukungmu Seulgi.” Kecap Yeri.
Bincangan mereka begitu panjang
tanpa akhir, namun bel masuk memotong keasyikan mereka.
Sore
itu seusai bel pulang berbunyi, langkah Yeri tertarik untuk melihat olahraga ssireum (olahraga saling menjatuhkan
lawan dengan memegang tali yang sudah terlilit di pinggang). Yeri duduk di
pinggir ruangan, dan kini giliran seseorang yang sangat dia kenal-Jungkook
melawan teman sekelasnya Jimin.
“Semangat Jungkook-ah!” teriak Yeri pada Jungkook. Dan
Jungkook hanya membalas dengan sebuah senyuman.
Mereka sudah bersiap-siap dan
mulai. Mereka saling dorong dan berusaha mengangkat agar bisa menjatuhkan,
namun dengan cermat Jungkook menjegal kaki Jimin dan mendorongnya sampai terjatuh
di atas ring. Yak! Jungkook pemenangnya. Mereka saling hormat dan kembali ke
pinggir ruangan.
Yeri menyodorkan minuman pada
Jungkook. Dan Jungkook langsung menegaknya sampai habis tak bersisa.
“Yak! Aku tak menyuruhmu
menghabiskannya..” Jungkook menutup botol dan mengacak kepala Yeri sambil
menyodorkan botol kosong,
“Ambil ini. Aku akan ganti dan kita
pulang bersama.” Jungkook segera meneteng tasnya menuju ruang ganti.
Yeri segera keluar dari ruangan.
-
Sore
ini tanpa aba-aba, Yeri dan Jungkook yang sedang berjalan menuju halte
tiba-tiba mendapat semburan hujan dari awan. Sontak mereka segera berlari
menuju halte. Kini setengah badan mereka basah terkena air hujan. Yeri
menyibakkan sisa air hujan di jas Jungkook. Tak butuh waktu lama, bus menuju
Distrik Nam datang. Dan kali ini tempat duduk dekat jendela merupakan hak
wilayah Yeri, karena ia mendapatkan terlebih dahulu. Sesekali kabut putih
mengepul dari mulut mereka.
“Ya, semoga saja saat kita turun
dari bus hujan sudah terang.” Pinta Yeri.
Jungkook berusaha mengintip langit
mendung, “Aku rasa tidak, awan mendungnya cukup pekat. Hujannya juga lebat
sekali.” Sahut Jungkook menjawab Yeri.
“Sok tahu.”
Hari makin
larut saat ekor matahari semakin meninggalkan horison sore. Semua
nampak begitu blurry dari dalam
jendela bus yang di aliri hujan. Yeri yang sedari tadi melelehkan
pandangannya pada panorama hujan sore ini mulai tak kuasa menahan kantuk.
Bahkan matanya sudah memerah. Mulut Yeri sudah berulang kali menguap sangat lebar.
Kini rasa dingin
membawanya dalam titik terdalam alam bawah sadarnya, membawanya dalam kematian
kecilnya; tidur terlelap berandar di jendela bus. Jungkook yang sedari tadi
melirik Yeri kini mulai meringsutkan jemarinya pada sela jendela dan kepala Yeri,
menariknya pada sandaran bahu lapang Jungkook. Lalu tangannya merengkuh pundak
Yeri agar tak kedinginan.
Akhirnya
bus sampai pada destinasi yang mereka tuju. Meski hujan mulai mereda, tapi
masih saja gerimis. Terpaksa Jungkook harus membangunkan si putri tidur. Mereka
segera berjalan turun menuju halte. Langit masih menunjukkan rintik gerimis.
Jungkook melepaskan jasnya, “Paling
tidak tutupi kepalamu dengan ini.” Sambil menutupi kepala Yeri dengan jas
sekolahnya. Yeri hanya menatap patuh pada perlakuan Jungkook. “Kajja.”
-
Yeri
membenamkan tubuhnya di atas kasur, dahinya terasa ditekan. Nafasnya lebih
memburu dari biasanya. Ia lekas menarik selimut untuk membalut tubuhnya.
Kepalanya terasa sangat pening. Ia merasa setidaknya tidur bisa membuat dirinya
lebih baik.
-
“Jungkook-ah antarkan makan malam
ini untuk Yeri.” Perintah Nyonya Jeon yang tengah menyiapkan makanan.
Jungkook, dengan celana HBA sebatas
lutut dan kaus putih oblongnya menghampiri ibunya “Nde eomma..” Jungkook segera
menyambar kotak makan dan mengambil jaket miliknya.
Setelah beberapa langkah berjalan,
kini Jungkook tiba tepat di depan pagar rumahnya dan segera masuk. Jungkook
segera membunyikan bel rumah, tapi tak ada tanggapan. Ia berusaha membunyikan
bel beberapa kali, namun nihil. Jungkook segera membuka knop pintu, ternyata
tidak di kunci.
“Anyeonghaseyo, Yeri-ah...” Ia melirik ke penjuru ruang namun sepi.
Ia mencoba melangkahkan kakinya ke kamar Yeri. Ia bisa melihat gundukan selimut
di atas kasur. Jungkook hanya tersenyum simpul,
“Di situ kau rupanya putri tidur.”
Jungkook meletakkan kotak makannya
di atas meja belajar Yeri dan menghampiri Yeri. Jungkook segera melirik Yeri
yang tertidur memunggunginya. Jungkook menangkap wajah Yeri yang cukup pucat,
bahkan dahinya agak berkeringat. Jungkook segera membalikkan posisi Yeri agar
mudah mengecek keadaannya.
“Yeri??”
Tak ada jawaban dari gadis itu.
Jungkook segera mengecek panas tubuhnya, Jungkook menempelkan dahinya pada dahi
Yeri. Benar saja, tubuhnya panas sekali. Jungkook segera mengambil kompres dan
sebaskom air dingin. Jungkook bahkan menyingkirkan selimut dari Yeri, agar
panas tubuhnya keluar. Yeri sedikit meringkuk saat selimut itu pergi dari
badannya.
Jungkook segera mengkompres Yeri,
perlahan. Bahkan sesekali Yeri mengigau memanggil halmeoni. Padahal Jungkook berharap jika Yeri mengigaukan namanya.
Bodoh.
Jungkook beranjak menuju kotak
obat, berharap ada Paracetamol di
sana. Dia menemukannya.
“Yeri, bangunlah. Ayo makan dan
minum obatmu.” Pinta Jungkook. Seperti sebelumnya Yeri tak menyahuti ucapannya.
Setelah kurang lebih 2 jam menunggu
Yeri, gadis itu akhirnya mulai terbangun. Dan Jungkook tertidur di meja belajar
sambil memegang buku.
“Jungkook-ah” panggilnya lemah,
saat ia melihat punggung namja yang meringkuk di meja belajar.
Jungkook yang biasanya sangat susah
dibangunkan, tiba-tiba saja saat ini terbangun dengan mudahnya.
Ia mengucek matanya dan beranjak
menghampiri Yeri, “Ya, odie appo?”
Yeri menggeleng pelan.
“Bentar aku akan memanaskan masakan
dari eomma. Tunggu di sini saja eoh.”
Setelah beberapa menit memanaskan
makanan, Jungkook datang membawa nampan.
“Kajja mogo.” Mengambil mangkuk lalu menyendok nasi dan lauk.
Yeri segera bangun “Ani, aku bisa makan sendiri.”
Jungkook segera menatapkan death glarenya pada sahabatnya,
“Baiklah, aku akan menurut. Akk..”
Yeri membuka mulutnya, dan sesuap makanan masuk.
Akhirnya semua makanan habis,
“Ya chareseo urrital.” Sambil mengelus puncak kepala Yeri.
Jungkook menyodorkan obat dan
segelas air, “Minumlah lalu tidur.”
Jungkook berdiri dan beranjak,
“Kookie kau mau kemana?”
Menoleh, “Menurutmu?”
“Ya, gachimaa.”
“nde, arra arra. Sekarang tidurlah.” Lalu duduk di sebelah Yeri.
Bahkan tak butuh waktu lama untuk
menunggu Yeri tertidur pulas. Namja itu segera mencari ponsel di dalam
kantongnya. Ia segera menghubungi ibunya. Untuk memberitahukan keadaan Yeri.
Tak lama selang beberapa waktu, seseorang datang. Jungkook segera membukakan
pintunya.
“Eomma? Kenapa?”
Perempuan paruh baya itu segera
menyodorkan sebuah termos, “Ini ada sup rumput laut untuk
̶ untukku?” Sela Jungkook.
“Aisshh, bukan. Ini untuk Yeri,
untuk menurunkan demam. Dan ini baru untukmu.” Menyodorkan kotak makan malam
untuk Jungkook.
“Nde eomma, arraseoyo. Tapi Yeri sudah tidur.”
“Panaskan untuknya besok pagi.
Eomma memberimu izin untuk menjaga Yeri, bukan yang lain. Eomma percaya
padamu.”
Jungkook menyembul poninya kilat,
“Sebenarnya siapa sih anak Eomma?/”
“Sudah-sudah, Eomma pulang dulu.
Kasian Nami.”Beranjak pergi dari Jungkook.
“Hati-hati.”
-
Kini langit
masih melukiskan warna biru tua bersih. Tanpa ada polah tingkah sayatan dalam
lukisan Tuhan itu. Mentari agaknya malu menunjukkan batang hidungnya di
cakrawala. Sepasang mata mulai mengerjap menangkap minimnya cahaya di ruang
itu. Batang hidungnya menangkap wewangian yang membuat perutnya meraung tanda
lapar. Ia beranjak dari ranjang mengikuti wewangian itu. Semangkuk sup rumput
laut lengkap dengan asap yang masih mengepul di atas meja makan. Ia segera
mengambil posisi terbaiknya untuk menyantap sup rumput laut. Ia hanya menyantapnya
dalam diam.
“Ahh, masyigeta..” Setelah
menghabiskan semangkuk sup.
-
Jungkook’s POV
Sepoi
angin menghanyutkanku yang tengah duduk di kursi taman, menghantar pada
lamunanku yang hampir sama tiap kalinya. Hari ini adalah hari dimana aku akan
menentukan nasibku ke depannya, ya hari pengumuman kelulusanku. Aku sungguh
harap-harap cemas dengan hasil yang akan aku raih sebentar lagi. Tapi
setidaknya aku sudah belajar dengan giat. Yeri, gadis bodoh itu tentu sudah
memikirkan matang-matang tujuannya setelah 2 tahun di SMA. Ia ingin menjadi
jaksa dan tentu akan bersekolah di sekolah hukum. 2 tahun untuk Yeri dan aku,
itu bukan waktu yang lama untuk menentukkan jurusan yang akan kau pilih
nantinya. Bahkan otakku serasa akan mengelupas dengan materi yang seharusnya
diterima selama 3 tahun tapi malah dijejalkan hanya dengan waktu 2 tahun. Ya
kami termasuk dalam kelas akselerasi, itu berarti kemampuan kami di atas
rata-rata. Aku sudah memilih salah satu jurusan, tapi aku belum yakin akan
pilihanku. Aku memilih jurusan
/Slep...
“Jungkook-ah kajja, pengumumannya sudah keluar.” Racau Jimin membuyarkan
lamunanku.
Tak butuh waktu lama bagiku dan
Jimin untuk sampai di depan papan pengumuman. Kini papan pengumuman bagai gula
yang di kerubuti banyak semut. Semua siswa saling berusaha melihat hasilnya,
meski pengumuman sudah dibagi di beberapa sudut sekolah. Tapi tak jauh dari
diriku berdiri aku bisa melihat Yeri dan kawanannya. Aku segera meringsut masuk
dalam kerumunan untuk mengambil tempat terdekat dari papan. Aku segera
menelisik daftar kelas akselerasi A dan yash
aku lulus. Sungguh ini benar-benar hal yang membahagiakan, terutama aku masuk
dalam 5 besar pararel kelas akselerasi. Tetapi tetap aku masih 4 peringkat di
bawah ranking pararel Yeri, ya Yeri ranking 1 pararel.
“YA JIMIN AKU LULUS DAN MASUK 5
BESAR...” aku berteriak kegirangan pada Jimin. Begitu pula Jimin yang ranking
10 pararel kelas IPA, ya dia bukan akselerasi tapi kakak tingkatku.
“NADO
JUNGKOOK-AH, YA CEOTTAGU..”
Aku segera
menoleh ke arah kiri.
“YERI-AH AKU RANKING LIMAA...” Aku
memeluknya erat.
“KITA LULUS KOOKIE-AH....”
Entah sejak kapan Yeri sudah ada di
sebelahku dan kini dalam pelukanku. Tapi sudahlah kini aku saking terbawa rasa
senang.
Author’s POV
2
tahun di bangku SMA dengan banyak kejadian dan pengalaman yang membuat Yeri dan
Jungkook menjadi lebih dewasa memang tak terasa. Kini mereka sudah menjadi
remaja 18 tahunan yang menjelang dewasa. Berharap meraih asa dan cita
masing-masing untuk setelahnya.
09.00 PM
Tililit tilililit
Telepon berdering di sana-sini
menggema, suara orang-orang saling bertautan, suara mesin detektor, dan masih
banyak lagi. Sosok-sosok itu masih berdiri saling memberi semangat, petuah,
kata-kata chessy, dan banyak lagi.
“Yeri hati-hati di jalan.”
“Tentu saja Kookie. Ah matta, aku lupa bilang kepada eomma untuk selalu memarahimu jika
dirimu tidak jadi anak yang bisa membanggakan keluarga. Jadi aku aku berpesan
padamu Kookie, jadilah anak yang baik eoh..”
sambil mencubit pipi Jungkook sekeras-kerasnya.
“Kya, memang aku apa? Aku sudah berumur 18 tahun kau pikir aku anak
kecil. Tentu saja aku akan membahagiakan keluargaku.”
Yeri menggenggam erat tangan
Jungkook, “Jungkook-ah, maafkan aku eoh?”
“Untuk apa?”
“Segalanya, maaf jika aku cerewet
padamu, maaf jika aku selalu mengambil tempat tidurmu, maaf membuatmu selalu
menungguku, maaf jika aku selalu mengganggu tidurmu, maaf membuatmu berbagi
kasih sayang eomma, maaf karena aku
sungguh menyayangimu.”
Jungkook menarik Yeri dalam
dekapannya, “Kau tahu atas semua yang kau perbuat, itu semua tidak gratis, kau
harus membayarnya suatu hari nanti. Satu hal lagi, aku juga menyayangimu, ani tapi mencintaimu. Kau masih ingat
gadis yang waktu itu aku ceritakan padamu?! Itu dirimu Bodoh. Maaf aku baru
mengatakannya sekarang, aku terlalu pengecut.” Jungkook melepaskan pelukannya
“Aku mohon padamu, meski aku dan keluargaku sudah berbuat baik padamu. Jangan
jadikan itu semua beban untukmu, kami melakukannya karena kami menemukan sosok
yang benar-benar mirip dengan Jeon Mo Yeon kakakku yang dulu meninggal, tapi
tidak denganku aku melakukan semuanya kerena kau adalah Yeri, Han Yerim. Maaf
aku baru mengatakannya sekarang. Tapi aku berpesan himne Han Yerim.” Dengan senyum lebarnya.
Yeri hanya menatap Jungkook
lekat-lekat. Di pipinya sekarang sudah berlinang air mata.
“Kenapa menangis? kya uljima.”
Pinta Jungkook.
“Pabo, kau sahabatku yang paling bodoh. Ani aku rasa kau bukan Jungkook. Jungkook tidak pernah berkata
lebih dari 3 kalimat dalam sekali ucap. KYA PABBO,
KAU MEMBUATKU SULIT UNTUK PERGI MENINGGALKANMU DAN SEMUA.” Jungkook membekap
mulut Yeri yang berteriak sungguh keras.
“Ini tempat umum, lihatlah semuanya
menatap ke arah kita. Aku akan melepaskan bekapanku tapi bicaralah dengan
normal.” Jungkook melepas bekapannya perlahan dan mengusap air mata yang terus
membanjiri pipi Yeri.
Nafas Yeri naik-turun tak beraturan
karena tangisnya “Gomawo Jungkook-ah,
neomu-neomu ghamsahamnida.” Yeri
memeluknya erat, sangat erat. Ini adalah pelukan Yeri yang paling erat dari
sebelum-sebelumnya. “Aku minta satu hal dan aku tidak perlu jawabanmu.” Yeri
melepaskan pelukannya dan
Cup..
Ciuman untuk pertama kalinya dari
Yeri mendarat di pipi Jungkook. “Aku pergi, pesawat sepertinya akan berangkat. Anyeong Jungkook-ah..” Jungkook hanya terdiam dan menatap kemana Yeri pergi.
Tak lama kesadarannya pulih
“Hati-hati Yeri, jaga kesehatanmu, jangan sampai demam lagi..!!”
Yeri menoleh dan tersenyum lebar,
“Kookie hwaiting!!”
Jungkook
segera kembali ke rumah mungkin 2 hari lagi Jungkook juga akan meneruskan
kuliahnya. Berbeda dengan Yeri yang ke Incheon, Jungkook akan pergi ke Seoul.
Jungkook berjalan di pinggir pantai, beriringan dengan ombak. Langit menjingga
dengan beberapa Camar yang mencari ikan. Masih sama seperti biasanya tapi
mungkin pengunjung tetap pantai ini akan berkurang. Jungkook harus menerima
bahwa kata ‘bersama’ memang tidak untuk selamanya. Memang terasa lebih sempurna
jika tumbuhan bisa memiliki bunga bunga, karena terasa lebih indah. Tapi tidak
selamanya bunga selalu mekar bersama tumbuhan, ada kalanya tumbuhan harus
berdiri sendiri.
-
Bintang
dan bulan kini bersonansi membelah pekatnya langit hitam kota Seoul malam ini.
Dan awan masih setia meninggalkan jejak-jejak gumpalannya. Sunyi sekitar tak
menyurutkan semangat seseorang yang kini masih berkutat pada file-file miliknya. Masih setia di atas
meja kerjanya dengan setumpuk file. Berusaha
menemukan banyak argumen pematah spekulasi yang mungkin akan disajikan dalam
sidang berikutnya. Setidaknya setumpuk kertas yang berharga tinggi atau kau
bilang uang sudah ia terima dari kliennya. Ia tidak pernah menerima gaji buta
begitu saja. Bahkan kantung matanya kini sudah memiliki kantung mata. Sungguh
menyedihkan. Dengan rambut digelung sembarang, celana longgar, dan kaus oblong
yang melekat sungguh tidak menampakkan wibawa seorang pengacara. Matanya
menoleh pada jam di pojokan laptop miliknya, 02.30. setidaknya ia harus
beristirahat selama 3 ½ jam sebelum persidangan. Ia segera merangkak menuju
pembaringan. Tulangnya sudah bergemeletuk ingin copot., apalagi otaknya yang mungkin
sudah tidak ketulungan.
-
Dengan
baju renda putih dan rok sepan hitam sebatas lutut dan rambut tergerai rapi, ia
duduk sambil memandangi kukunya yang berwarna maroon. Perempuan 20 tahunan itu
mengeluh pada seseorang yang kini ada di hadapannya. Dengan sikapnya yang
percaya diri dan tanpa malu ia menceritakannya.
“Pengacara Han, aku mohon aku ingin
menuntut perempuan tua bernama Song Hera. Ia benar-benar keterlaluan.”
Pengacara yang duduk hadapannya
mendengar dengan lamat, “Mengapa anda ingin menuntut Nyonya Song Hera?”
“Dia bermesraan dengan pacarku.”
Jawabnya kesal dan meluap-luap.
Pengacara bernama Han itu merasa
presensi nona ini membawa haltidak enak “Apa hubungan Nyonya Song Hera dengan
pacarmu, nona?”
“Song Hera adalah istrinya.”
Sontak pengacara yang ada di
hadapannya tercekat dan tak sengaja mengucap “Heol.”
“Maaf Nona mungkin anda bisa keluar
dari ruangan saya, saya tidak bisa membantu.” Pengacara itu menunjuk pintu
ruangannya.
Nona itu lantas berdiri dan
menggebrak meja “Apa guna papan nama ini eoh? ‘Pengacara Han Yerim’/mengeja
papan nama/. Omong kosong, kau tidak bisa apa-apa.”
“Silahkan anda keluar sebelum saya
menuntut anda dengan tuduhan perusakan nama baik. Dan di sini ada cctv. Asal
tahu saja Nona, saya juga lelah setelah memenangkan persidangan”
Nona itu keluar ruangan dan membanting
pintu.
“Benar saja feeling tidak enakku tadi. Dasar wanita gila, sudah jelas-jelas dia
selingkuhannya. Tentu saja aku tidak memiliki argumen nantinya. HUFT.”
Tok..tok
“Apa lagi??” teriak pengacara yang
bernama Han Yerim itu.
“Permisi pengacara Han, anda
mendapat klien baru dan dia meminta bertemu dengan anda besok.”
Pengacara 24 tahunan itu masih
memijit pelipisnya yang pening, “Apa kasusnya?”
“Dia ingin mendapatkan hak asuh
anaknya setelah perceraiannya minggu lalu, ini data orang tersebut. Anda bisa
menemuinya pukul 10 pagi di kafeXXX. Ini data orangnya.”
“Tidak bisa, aku ada janji klien
lain. Beritahu dia jam 4 sore, di kafe tadi. Tepat waktu atau tidak sama
sekali.”
“Baiklah pengacara Han, saya permisi
dulu.”
“Ne.. ne..” sambil
menggibas-kibaskan tangannya.
Setelah sepi
“Rasanya aku ingin kabur dari Seoul
saja, aku rindu eomma, Nami, dan Jungkook. Sudah 6 tahun aku tidak bertemu
sahabat karibku. Nomernya saja sudah tak bisa dihubungi.”
Ia bersandar di kursi kerjanya dan
memejamkan matanya untuk istirahat sejenak.
-
Hari
ini sepeninggalnya dari kantor, pengacara Han Yerim segera menuju kafe untuk
bertemu lagi dengan klien lain. Matahari tampak di ufuk barat horizon sore
dengan kegiatan Kota Seoul yang padat, seperti jadwal pengacara Han. Bahkan
wanita itu belum sempat membuka data klien yang akan ditemuinya. Ia mengambil
tempat duduk yang dekat dengan pemandangan Kota Seoul, berharap bisa
menghilangkan penat sesaat. Dengan sesekali menyesap caramel macchiato yang tadi dipesannya.
Ia hendak membuka data yang ada di
tasnya,
“Permisi apa anda pengacara Han?”
belum sempat membaca data tersebut ia segera menoleh ke arah suara.
“Ah benar, anda.../ucapannya
tersendat/
Jeon Jungkook-shi?”
END
Gimana ceritanya reader? Terima
kasih udah baca ff ku. Mian kalo ceritanya terlalu cheesy.
Comment juseyo chingudeul.. Gomawo..
0 komentar:
Posting Komentar