Selasa, 14 Juli 2015

Who are You (BTS Ver) Chap 1





Author                 : Laras Nindita (@L_aninditarmy)
Cast                       : Park Yeri
                 Jeon Jungkook
      Kim Taehyung
Duration              : Chapter 1/3
Genre                   : Mistery, Friendship, School life, fantasy
Rating                   : PG 14+
Disclaimer           : Di sini seluruh castnya hak cipta milik Tuhan dan orang tuanya. Ceritanya pure dari pemikiranku sendiri. Maaf kalo typo bertebaran. Maaf kalo ada kesamaan nama, cerita, adegan, atau apalah. Jadi intinya semua ada hak cipta.

Anyeong haseyo!
Aku harap kalian suka BTS version ini. Sebelumnya aku dah pernah share di wordpress BTS Fanfiction Indonesia.
Happy reading, hope u like it and comment juseyo!



Seorang gadis cantik dengan rambut orange itu terus tertawa di bangku belakang mobil, sambil terus menceritakan cerita-cerita lucu saat di sekolah barunya.
“Ayah tahu, teman yang baru aku kenal 2 hari yang lalu, Taehyung. Dia di kerjain habis-habisan oleh geng kelas sebelah. Ia di masukan ke mmmppstt.. –Ucapnya menahan tawa– dalam toilet wanita. Boahahaha” ucapnya yang tidak bisa menahan tawa.
“Wajahnya benar-benar lucu, hahaha. Dasar laki-laki polos.” timpal gadis itu lagi sambil terus memegangi perutnya.
“Kau ini sama saja seperti dulu menertawakan teman yang tertindas, sesekali kau harus membantunya. Arachi?” ucap bapak-bapak itu.
“Ne..ne arraseo” ucap gadis itu menghentikan tawanya.

Tak lama kemudian mobil itu kini berhenti tepat di depan halaman rumah yang cukup besar dan terpencil. Di sebuah distrik di kota Nayin perbatasan antara utara Korea dan tenggara Rusia. Rumah yang di beli dari pelelangan bank dengan harga yang cukup murah.

Rumput-rumput yang ada di pekarangannya pun masih menjulang tinggi, karena mereka belum sempat untuk mengurus pekarangan.

“Ayah aku ke kamar dulu ya” ucap Park Yeri, gadis cantik itu. Sambil menuruni mobil yang ditumpanginya.
“Jangan lupa makan malam” ucap ayah Yeri. Yang masih di depan kursi kemudi.
“Oke ayah” ucap Yeri sambil mengedipkan sebelah mata pada ayahnya.

Yeri berjalan menuju kamarnya yang ada di lantai dua tepat di ujung lorong rumah setelah menaiki tangga.
Yeri baru saja pindah ke rumah ini 3 hari yang lalu, rumah bergaya klasik dengan ukuran yang cukup besar. Rumah yang  jauh dari keramaian kota, dengan pemandangan indah yang mengitarinya.
Ia membuka kamarnya perlahan dan memencet tombol lampu yang ada di sebelah pintu kamar, sekejap kamar menjadi terang benderang. 
“Ahh, kasurku yang empuk” sambil berlari menuju kasur dan menjatuhkan tubuhnya ke atas benda empuk itu.

Dia berbaring sambil memandangi langit-langit kamarnya yang berwarna mocca. Ia menarik napas panjang dan tersenyum sendiri sembari mengingat masa lalu bersama teman-teman dekatnya. Masa lalu yang begitu indah dan tak akan pernah ia lupakan.
Semilir angin yang melewati jendela kamar menemani dirinya yang melamun memikirkan masa lalunya, membuat matanya semakin berat, dan akhirnya terlelap.

ˆ―ˆ
                Pemandangan gunung tinggi nan hijau yang berada di balik jendela kamar Park Yeri memang benar-benar indah. Yeri yang duduk di meja belajar dengan menghadap jendela terus memandangi sambil terpaku. Pemandangan itu semakin membuatnya berangan-angan untuk meraih tempat itu.

“Hmpp tempat yang benar-benar indah.” gumamnya sambil menyandarkan kepala di tangan kanannya.
“Apa aku bisa ke sana tanpa mendakinya? seandainya saja aku bisa terbang” sambil mengernyit-kernyitkan dahinya memandangi indahnya gunung itu.
“Aku bisa membawamu ke sana” suara misterius berucap di belakang Yeri.

Yeri langsung membalikkan kursinya dan berdiri
Krek..
Suara bajunya yang sobek karena tersangkut kursi ketika berdiri.

“Siapa itu?” tak ada siapa-siapa di belakangnya, seketika bulu romanya berdiri. Yeri langsung mengambil benda terdekat yang ada di sampingnya, buku kamus tebal untuk melindungi dirinya.
“SIAPA KAU? KELUAR!” sambil membawa buku itu di tangan kanannya untuk berjaga-jaga, dengan mata penuh curiga ia menoleh ke kanan dan kiri, tapi tak ada siapa-siapa.
“Aku di sini” sebuah suara misterius yang berbisik di telinga kanan, sontak membuatnya kaget dan terjatuh.

Bruk..
“Awh..” Yeri mendesah. Ia mengelus kepalanya yang kesakitan dan mulai mengerjapkan kedua bola matanya yang baru menangkap sinar lampu untuk beradaptasi.

Tiba-tiba saja ia sudah berada di bawah kasur, dan ternyata semua itu hanya mimpi. Keningnya masih berkeringat, dan mimpi itu benar-benar terlihat nyata. Ia mengambil napas panjang dan menghilangkan seluruh rasa takutnya.

Tok..tok..tok..

“Yeri -ah ayo turun segera makan malam.” ucap ibu Yeri dari luar pintu kamar.
Yeri berusaha berdiri dengan perlahan dan menyeka keringatnya dengan tangan, “Iya ibu” Yeri berjalan ke arah pintu dan membukanya.
Sambil mengusap-usap mata “Ibu turun saja dulu, aku akan menyusul.” ucapnya lalu menutup pintu kamarnya pelan.
“Jangan lama-lama!” suara ibu Yeri dari luar pintu.
“Oke. ” ucap Yeri sambil menguap lebar. Yeri terdiam sejenak, mimpi itu berputar di kepalanya.

                Yeri berjalan menuju jendela kamarnya yang terbuka, ia menatap sejenak keluar jendela, pemandangan gunung hijau itu memang benar-benar ada di sana di balik jendela kamarnya yang terbuka. Angin beku berhembus melalui jendela yang seketika membuat bulu romanya merajuk. Ia mengelus-elus pundaknya yang dingin dan segera menutup jendela 2 pintu itu.
Ia menengok ke arah bagian bawah pakaian putih yang ia kenakan. Dan ternyata sobekan itu masih ada di pakaiannya.
“Benarkah ini bukan mimpi?”  benak Yeri saat melihat bajunya,  Ia langsung menoleh ke seluruh sudut kamarnya. Suasana sepi dan ngeri mengelilinginya. Ia langsung melangkah cepat untuk keluar dari kamarnya. Degup jantungnya berpacu kencang dan napasnya terengah, ia berlari melewati lorong rumahnya dan menuruni tangga. 

Hosh..hosh..hosh..
Suara napas Yeri saat sampai di meja makannya, ia segera menarik salah satu bangku yang ada di situ. Ayahnya yang duduk di salah satu kursi meja makan hanya bingung memandangi anaknya yang ngos-ngosan karena berlari menuju dapur. 

“Ada apa denganmu, datang-datang sudah engap-engapan. Ada apa?” tanya ayahnya sambil menyodorkan segelas air mineral pada Yeri. Yeri langsung menegak habis minuman itu.
“Parebwa!” ucap ayahnya yang masih penasaran pada anaknya.
Yeri meletakkan gelas yang baru di minumnya di atas meja “Emp..em.. hanya ada cicak” ucap Yeri berbohong pada ayahnya.

“Hah cicak? Sejak kapan kau takut pada cicak?” tanya ayahnya yang bingung dengan jawaban Yeri.
“Eh.. eh.. itu.. yey akhirnya ibu selesai memasak!” ucap Yeri mengalihkan pembicaraan.
Nyonya Park meletakkan beberapa lauk pauk di atas mangkuk Yeri dan tuan Park “Ayo cepat habiskan dan makan yang banyak” ucap nyonya Park, ibu Yeri.
“Oke Mum I will eat a lot, it’s look very delicious” ucap Yeri sambi mengambil sendok dan mulai memakan makanannya.

ˆ―ˆ
 Jumat pagi di sekolah dengan cuaca yang cukup berangin hari ini membuat seluruh siswa mengenakan jacket. Yeri berjalan menyusuri lorong sekolah sendiri, rambut orangenya yang indah sedang di kuncir kuda dengan liontin berbentuk bunga yang terkalung di lehernya.
Teng.. Teng
Suara lonceng masuk sekolah sudah berbunyi. Semua anak sudah berada di kelas sekarang, seorang guru memasuki kelas sambil membawa tumpukan kertas di tangannya.
“Selamat pagi anak-anak” ucap sensei Yo Rinai, menyapa murid-murid yang ada di kelas.
“Pagi Sensei..”
Soesanime Yo Rinai keturunan Jepang itu mulai membagikan kertas-kertas putih yang berisi soal-soal bahasa jepang.
“seperti janji saya 2 hari yang lalu, hari ini kita akan mengadakan ulangan harian. Sekarang silahkan kalian kerjakan. Saya ke belakang dulu. Jangan menyontek” suara sensei Yo Rinai yang panjang lebar itu.
Yeri tersenyum melihat soal-soal itu, dia begitu percaya diri melihat barisan-barisan soal bahasa jepang. Tangannya mulai mengalunkan jawaban-jawaban yang ada di pikirannya.

Beberapa jam kemudian...
“Baik, silahkan dikumpulkan. Sebelum pulang sekolah saya akan membagikan hasilnya.” suara lembut dari sensei Yo Rinai.
Bayangannya mulai hilang dari mata murid-murid saat keluar kelas dengan membawa kertas ulangan.

Yeri menoleh pada suatu suara yang memanggilnya “Ada apa?” tanyanya saat menoleh ke bangku belakang.
“Apa?” tanya murid yang di toleh Yeri.
“Kau memanggilku bukan? ‘Yeri’ itu yang kau katakan tadi saat memanggilku.” tanya Yeri.
Temannya hanya bingung dengan ucapan Yeri “Aku? Aku tidak memanggilmu, kau salah dengar.” Yeri kembali ke posisi duduknya semula dengan menggaruk-garuk kepalanya.
“Lalu siapa yang memanggilku?? Aneh.” gumamnya bingung
“Ahh..masa bodoh.” melanjutkan kegiatan menggambarnya.

Jam terakhir sekolah..
                Sensei Yo Rinai yang duduk di kursinya, melihat-lihat sekilas hasil ulangan muridnya. Wajahnya tertegun melihat satu nilai yang ada di tangannya, lalu ia segera merapikan kembali tumpukan-tumpukan itu.
“Baik sekarang semua sudah di kelas. Ulangan kali ini saya tertegun dengan satu nilai siswa baru yang ada di kelas kita, Park Yeri. Yeri silahkan maju.” ucap sensei Yo Rinai.
Yeri berlenggang dengan percaya diri dengan senyum terbaris di bibirnya. Ia melangkah mantap dan mengambil kertas itu “Arigatou gozaimasu.” sambil membungkukkan badannya.
“Saya kecewa padamu Yeri, kau mendapat nilai terjelek.” sekilah itu juga mood Yeri yang bermula ada di langit kini sudah jatuh ke tanah, bukan saja di tanah tapi tertelan perut bumi yang panas.

Bibirnya menganga dan matanya terbelalak melihat kertas ulangan itu. Ia menelan kelenjar saliva dan rasa malunya dalam-dalam.
Ia melenggang malu menuju bangkunya. Salah satu murid di situ berdesis saat Yeri lewat “Hahaha, dasar otak udang.” Yeri hanya melirik sinis dan menoleh kasar padanya. Yeri duduk dengan perasaan yang sangat dongkol, wajahnya yang semula lurus kini sudah lecek karena nilai buruk rupanya.
Satu persatu murid kelas 11.2 itu dipanggil dan yang terakhir Taehyung, si pria polos tapi kutu buku. Dan satu hal lagi, ia juga mendapatkan nilai sempurna pada ulangan bahasa jepang kali ini. Wajah putih dengan senyum manis dan kacamata dengan kerah baju yang terkancing benar-benar menapakkan wajah culunnya.

Teng..teng..
Bel pulang berdengung di telinga. Satu persatu seluruh siswa keluar dari kelas. Hanya tinggal Yeri seorang, ia masih menggenggam kertas ulangannya. Ia mulai membopong tas di punggungnya dan berjalan keluar kelas.

Ia menatap kertas ulangannya “Aish.. nilai apa ini hanya 50, benar-benar.....” ia meremas-remas kertas ulangannya dan melemparnya sembarangan.
“Aw..” sayup-sayup suara terdengar. Yeri menoleh ke arah suara itu.
“Taehyung..? apa kertasku mengenaimu?” tanya Yeri sambil berjalan beberapa langkah ke arah Taehyung yang tidak terlalu jauh dari tempatnya.
“Iya, hanya sedikit” jawab Taehyung dengan membenahi kacamatanya yang terjatuh karena terkena lemparan kertas Yeri.
“Maaf ya, aku tidak sengaja. Kacamatamu tidak apa-apa kan?”  tanyanya yang penasaran.
Tisu yang ada tangannya langsung diberikan pada Taehyung, “Untuk kacamatamu..” sambil menyodorkannya dan langsung pergi dari tempat Taehyung berdiri.
“Gomawo Yeri” ucap Taehyung sambil berteriak. Yeri hanya menoleh sekilas dan memberikan senyum kecil pada Taehyung.

Yeri yang berjalan menuju gerbang bergumam kecil pada dirinya “Mengapa aku baik padanya??” ucapnya bingung. Di gerbang sekolah Yeri  mengeluarkan ponsel yang ada di sakunya. Ia mulai memencet touchscreen dan menelpon ibunya.
“Yoboseyo, ibu aku sudah pulang. bisakah ibu menjemputku?” tanyanya sambil memindahkan posisi ponselnya ke telinga sebelahnya.

Mian sayang ibu sedang tidak bisa menjemputmu

“Apa? Ibu tega sekali, itu kan jauh.. jebal jemput aku.” ucap Yeri memohon pada ibunya.

Besok atau lusa ibu baru bisa menjemputmu, ibu ada kerja sampai pukul 10

“Baiklah..”
Peep....
Yeri langsung mematikan ponselnya karena kesal. Mukanya mulai bersungut kesal seperti tadi. Ia berjalan pasrah menuju rumahnya, cuaca yang agak berangin dan langit yang mulai gelap membuatnya sedikit canggung berjalan pulang sendirian. Untuk menghilangkan rasa takutnya ia sedikit bersenandung dengan lagu-lagu favoritnya.

Setelah kurang lebih satu kilometer ia berjalan, ia berhenti sejenak di bawah pohon dengan lampu yang cukup terang dan ayunan lapuk yang tergantung di cabang ranting. Yeri duduk dan memijat kakinya yang agak pegal. Yeri berdiri dan mendongak ke arah cabang ranting yang agak pendek. Ia menemukan sesuatu, ia mencoba meraih dan mengambilnya.
“Apa ini?” tanyanya sambil membersihkan benda itu.
“Syal? Milik siapa? Sepertinya bagus.” Yeri pergi dari pohon itu dengan membawa syal yang ia temukan. Syal berwarna putih dengan sedikit kerlip. 

                Yeri mengeluarkan sebuah kunci dari kantung tasnya. Kunci gembok pagar dan pintu rumahnya. Ia membuka knop pintu rumahnya perlahan, sunyi dan gelap, tak ada siapa-siapa di rumah. Gadis itu meletakkan sepatu di raknya, ia mulai berjalan masuk.
“Aku pulang..” ucapnya sambil memegang syal di tangan kanannya.

Yeri menyalakan seluruh lampu rumahnya karena langit sudah menghitam. Ia menaiki tangga rumahnya, berjalan menyusuri lorong yang tidak seberapa panjang dan akhirnya sampai di depan pintu kayu yang bertuliskan ‘Yeri. Ia masuk dan menyalakan alat penerang kamarnya. Ia mengganti pakaian dan duduk di meja belajar yang menghadap jendela. Pemandangan yang indah membuat hatinya dingin.
Pemandangan itu semakin membuatnya berangan-angan untuk meraihnya.
“Hmpp tempat yang benar-benar indah.” gumamnya sambil menyandarkan kepala di tangan kanannya.
“Apa aku bisa ke sana tanpa mendakinya? seandainya saja aku bisa terbang.” sambil mengernyit-kernyitkan dahinya memandangi indahnya gunung itu.
“Aku bisa membawamu ke sana.” suara misterius berucap di belakang Yeri.

Yeri langsung membalikkan kursinya dan berdiri
Krek..
Suara bajunya yang sobek karena tersangkut kursi ketika berdiri.

“Siapa itu?” tak ada siapa-siapa di belakangnya, seketika itu berdiri bulu romanya. Yeri langsung mengambil benda terdekat yang ada di sampingnya, buku kamus tebal untuk melindungi dirinya.
“Aku di sini” sebuah suara misterius yang berbisik di telinga kanan, sontak membuatnya kaget dan terjatuh.

Bruk..

“Awh..” Yeri mendesah. Ia mengelus kepalanya yang kesakitan. Tiba-tiba ada sebuah uluran tangan di hadapannya “Woa.. siapa kau?” kagetnya.


To Be Continue---

0 komentar:

Posting Komentar