Rabu, 04 Maret 2015

You're My Eye (Part 3)


Author 
Laras Anindita

Cast
Moon Ga Young 
Kai
Jung Soo Jung

Genre 
Romance, Friedship, Family, School Life.


Rating
14+

Disclaimer
Ini FF asli buatan aku sendiri dan ga ngejiplak, ya maaf kalo ada kesamaan nama #namanya udah jadi trendsetter. Maaf kalo ada typo bertebaran, maklum saya manusia biasa. jangan bosen-bosen buat baca. Part selanjutnya bakal aq share lagi sampe nunggu target viewer. 


PLAGIATOR GO AWAY
Copas izin dulu ma Author...
Comment sangat dihargai dan diharapkan
DON'T BE SILENT READER guys


*HAPPY READING*


Sayang.. ibu tahu kebiasaanmu, tidurlah sekarang. Malam hampir berlalu, matamu tlah lelah.
Saranghae Moon Ga Young”
Ga Young selalu mendapat voice note itu tiap malam dari ibunya.

Entah apa yang  merasuki Ga Young kini, Ia masih saja merasa ada yang mengganjal di benaknya. Kai, pria pengecut itu begitu membuat Ga Young penasaran.  Kai tak pernah menghubunginya setelah kejadian itu.
Ga Young me-stop mp3 nya dan mulai menyelimuti sekujur tubuhnya dan beranjak untuk tidur. 
^-

            Suasana ramai di taman kota Seoul begitu terasa, terutama ketika terlihat beberapa gerumbul orang sedang menyaksikan permainan gitar seorang seniman jalanan atau biasa orang sebut “Pengamen?” yahh begitulah mereka memanggil seniman jalanan-sedikit kurang pantas- tapi dia bermain gitar dengan sangat bagus. 

Jari-jemarinya begitu lihai memainkan senar gitar acoustic yang ada di pangkuannya kini, ia juga bersenandung dengan suaranya yang merdu. Moon Ga Young, gadis itu yang kebetulan berada di taman mendengar samar-samar suara gitar, Ia begitu penasaran sampai-sampai Ga Young berusaha berjalan mendekati arah suara gitar itu. Ga Young terhenti karena terhalang tubuh orang lain yang juga ikut menonton permainan gitar itu.  

Ia mendengarkan lagu itu dan sedikit mengetuk-ngetukkan sepatunya mengikuti irama lagu itu, meskipun Ia tak melihat pemainnya. Ia sedikit tersenyum mendengar alunan merdu itu. Entah mengapa akhir-akhir ini Ia mulai sering tersenyum kembali, kembali seperti Ga Young yang dulu lagi, meski belum sepenuhnya. 

Jrengg...

Permainan gitar itu berhenti dan mendapat tepuk tangan dari beberapa penonton di situ, termasuk Ga Young. Beberapa penonton juga memberikan uang mereka ke dalam kotak gitar yang ada di depan pengamen itu. Setelah seluruh penonton itu pergi, barulah Ga Young memberikan uangnya. Pengamen itu tiba-tiba
“Hei Nona..”

Ga Young tetap saja membalikkan badannya dan berjalan untuk beranjak pergi, tetapi pengamen itu tetap memanggil Ga Young dengan sebutan ‘Nona’, pengamen itu kemudian berdiri dan memegang pundak Ga Young. Ga Young sedikit tersentak karena tiba-tiba ada seseorang menyapanya. “Nona?” Tanya pengamen itu.

“Ne? Aku?” tanya Ga Young bingung dan membalikkan badannya ke arah suara pengamen tadi.

“Kau tak mengingatku? Kau nona yang waktu itu menangis tersedu-sedu bukan?” tanya pengamen itu, ya dia adalah orang yang sewaktu itu menolong Ga Young.

“A..-ah n-ne...” jawab Ga Young sedikit terbata dan mengusap tengkuknya yang tidak gatal dengan cengiran sedikit bodoh karena malu. “Waeyo?” sahut Ga Young lagi.
Tiba-tiba namja itu mengulurkan tangannya “Kita belum berkenalan waktu itu, perkenalkan aku Changmin” ucap namja itu yang ternyata bernama Changmin, dia mengurai dengan senyum sumringah di wajahnya.

Ga Young hanya melamun sedang memikirkan kejadian bodohnya yang lalu. “Nona? Hallo...?” sambar Changmin.
Tiba-tiba saja Ga Young kembali ke alam sadarnya “O..-Owh ne aku Moon Ga Young.” dengan menunjukkan senyum simpulnya.

Tetapi Ga Young tak menyadari jika namja itu sedang mengulurkan tangannya cukup lama. Namja itu hanya mengernyitkan dahi dan berusaha menjabatkan tangannya pada Ga Young.  Ga Young hanya tersontak lalu tersenyum.

“Bangapsimnda..”

“Changkam-an, aku harus mengambil gitarku dulu. Gidaryeo ne” Ucap Changmin yang tiba-tiba teringat pada gitar kesayangannya yang Ia tinggal sendirian.
--

Mereka berdua berbicara satu sama lain cukup lama kurang lebih 1 jam. Entah apa saja yang mereka obrolkan, tetapi sepertinya cukup mengasyikkan. Sembari duduk di kursi kayu yang dinaungi pohon yang cukup rindang. Angin sepoi berhembus, meski tidak terlalu kencang.

“Terima kasih sudah menolongku ne..” ucap Ga Young yang menatap lurus ke depan. Ia memainkan jari jemarinya.

Changmin tersenyum pada yeoja yang ada di sebelahnya itu “Ne. Sebearnya aku juga pernah merasa terpuruk sepertimu, ya karena kehidupan ekonomiku yang begitu sulit dulunya.” 

Changmin sedikit bercerita pada Ga Young tentang kehidupannya yang tak jauh berbeda, meskipun permasalahannya berbeda. “Tapi setidaknya kini aku sudah bangkit.”

Ga Young hanya tersenyum simpul “Apa sekarang kita sudah berteman? Sepertinya kau pria yang sangat baik.” Ucap Ga Young menoleh ke arah Changmin.

Changmin terbelalak ke arah Ga Young “Ten..-tentu saja, sekarang kita teman.” Changmin tersenyum dan melilitkan kelingkingnya pada kelingking Ga Young.

“Eoh.. Changmin-sshi apa pekerjaanmu hanya sebagai guitaris jalanan?” tanya Ga Young datar.

Changmi bersandar, menyantaikan posisi duduknya kembali “Owh itu, sebenarnya aku mengamen hanya pekerjaan iseng saja, aku bisa dibilang bekerja di kafe.. ya maksudku bermain gitar dan bernyanyi di kafe.” Jawab Changmin.

“Owhh, itu hal yang keren. Owh iya penyanyi kafe –ini Ga Young memanggil Changmin dengan sebutan penyanyi kafe­­  ̶  jam berapa sekarang?”

Changmin mulai menengok jam tangan hitam di pergelangan tangannya “Pukul 5..” jawabnya enteng.

Ga Young berdiri dari tempatnya “Aku pulang dulu ne, terima kasih. Anyeonghaseyo.” Sambil membungkukkan badannya ke arah Changmin dan berlalu untuk pergi.

“Owh ne cheonmayo, Aku antar saja.” Changmin mencegah Ga Young dengan menggenggam lengannya.

Ga Young kembali berbalik dan mulai berucap “Ah tidak usah repot-repot, aku sudah cukup berterima kasih.” sambil menunjukkan senyum manisnya.

Changmin langsung menyambar tangan Ga Young dan mengajaknya jalan “Ayo, aku tak akan tega meninggalkan perempuan pulang sendirian. Rumahmu dimana?”

“Di jalan Pyeongdam.”

Changmin lalu menariknya naik ke atas bis “Ayo hati-hati.”

^-

            Setiap aroma buku baru yang masih terlapisi plastik tercium dihidung mungil seorang yeoja buta yang kini sudah ada di toko buku. Dia berusaha berhati-hati untuk menghidari rak-rak buku yang ada agar tak tersenggol. Kemudian seorang pelayan datang menghampirinya dan menawarkan bantuan.

“Owh, aku ingin buku berhuruf braile. Hmmm tentang pengaktifan otak tengah?”
Pelayan tersebut memasang wajah sedikit bingung “Hmmm maaf nona di toko kami tak ada buku berhuruf braile. Owh anda mungkin bisa ke toko...
--
Yeoja ini kini sudah berada tepat di depan alamat toko yang pelayan tadi berikan. Toko yang mendominasi warna merah muda dan putih. Toko buku 3 lantai, dan suasana cukup ramai. Dengan mobil terpakir di halaman parkirannya. Ia mulai masuk ke dalam toko, dengan barisan buku yang tersusun rapi berderet dalam rak besar dan ada beberapa buku limited edition yang terjejer di lemari kaca, dan harga yang tertera dengan banderolan cukup mahal. Seorang pelayan lelaki menghampiri yeoja buta tersebut.
“Jogiyo, Bisa saya bantu?”
Ga Young yang mendengar langsung menoleh ke arah suara berasal “Aku butuh buku berhuruf braile, apakah di sini ada?”
“Oh tentu saja, ikuti saya. Maaf permisi.” Sambil memegang tangan Ga Young dan menuntun ke tempat buku berhuruf braile.

Sebuah meja berukuran 2x3m dan buku huruf braile terletak di atasnya. Tanpa cover plastik dan ditaruh dengan posisi spesial, yaitu dibiarkan terbuka.
Ga Young mencoba menyentuh buku tersebut. Dan agak mengernyit bingung.

“Bukunya tak tercover dan terbuka? Apa ini bekas?”

Pelayan tersebut tersenyum cruchy dengan pertanyaan Ga Young “Tentu tidak, buku berhuruf braile haruf diperlakukan khusus. Mereka tak dicover plastik karena bisa menekan buku tersebut, dan jika tertekan bagian-bagian timbul pada huruf tersebut bisa tak timbul lagi. Intinya kami meminimalisir yang namanya tekanan, agar hurufnya tetap timbul.”

Ga Young tersenyum malu dan kembali melontarkan pertanyaannya “Hmmm, apa kategori judulnya sama semua?”

“Tidak, kami ada beberapa judul.”

Ga Young mulai mengangguk-angguk paham “Apakah ada buku tentang psikologi atau tentang pengaktifan otak tengah?”

“Umm, disini kami hanya ada buku tentang motivasi, dan beberapa tips-tips untuk tunanetra. Tapi ada satu buku tentang alat musik piano.”

“Buku-buku braile kebanyakan tidak terlalu tebal layaknya buku biasa. Paling tebal pun hanya 200/150 lembar.”

^-


             Petikan-petikan sebuah senar gitar yang mengalun merdu mengiringi seorang penyanyi perempuan dengan suara indah di sampingnya. Sebuah penutupan yang sangat indah di langit yang begitu temeram dan tenang dengan candle di tiap meja dengan sepiring atau semangkuk makanan. Semua bertepuk tangan seusai mendengar sebuah persembahan apik dari salah seorang penyanyi dan seorang gitaris yang tampan tersebut.
Mereka mulai berdiri dan membungkuk pada seluruh sorot mata yang menatap mereka di pagelaran yang tak megah di atas panggung sederhana di dalam cafe. Mereka berjalan menuruni tangga dan menuju ke ruangan karyawan untuk mengambil barang-barang mereka.

Sambil mengenakan jaket jeans nya dan mencangklong tas pinggang coklat miliknya Ia mulai membungkuk pada kawan sepanggungnya itu “Terima kasih atas kerja samanya Changmin-sshi.”

Pria itu membalas bungkukannya “Ne Cheonma, nado Ghamsahamnida. Suaramu benar-benar daebak Wen.” Sambil membopong tas gitar di pundaknya.

“Kalau begitu aku akan menemui manager dulu ne. Aku duluan.” Lalu keluar ruangan dan menemui manager Choi.

Melambaikan tangannya “Baiklah.”
Kini tangannya mulai meringsut ke dalam saku celananya mencari benda kotak miliknya. Dan melihat layar bercahaya itu memunculkan sebuah pesan masuk.

From : Yong Jae
Aku ada job untukmu besok, di BurdenCoffee. Jam 6 kst eohh.
Jangan telat, aku yakin bayaranmu 2x lipat.

Pria itu terlihat tersenyum membaca pesan masuk tersebut, dan kembali memasukkan ponselnya. Dan berniat menemui manager cafe sebelum pulang.
--

Dia mulai mengetuk dan membuka knop pintu. Terlihat sesosok punggung pria sedang menatap jendela memunggunginya. 
“Permisi Choi-sshi.”  Masih dengan tubuh separuh masuk ke ruangan.
Manager tersadar dan langsung berbalik “Ahhh ternyata kau Changmin, masuklah..” ucapnya begitu ramah.
Manager cafe itu sebenarnya adalah teman lama Changmin dulu, karena itu Changmin memanggilnya Choi-sshi. Dan Changmin sudah satu tahun bekerja di kafe ini.
Changmin masuk dan sedikit menganggukkan kepalanya membungkuk kecil.
“Ini bayaranmu untuk hari ini Min-sshi.”
Changmin menerimanya dengan wajah ramahnya “Ghamsahamnida, eum aku juga ingin minta cuti untuk besok apakah bisa?”
Choi manager tiba-tiba menepuk-nepuk pundak Changmin “Kau tidak perlu repot-repot ijin cuti Min-sshi, karena mungkin aku tidak akan bisa lagi memberimu pekerjaan sesering sebelumnya. Mungkin aku hanya akan mengundangmu untuk beberapa event saja, tidak lagi 5 kali seminggu. Karena omset cafe sudah mulai meredup dan tak seperti dulu.”
“Aaa.. ah tak apa choi-sshi. Kalau begitu aku pulang dulu. Terima kasih untuk pekerjaannya Choi manager.” Membungkuk dan mulai berlalu dari ruangan manager cafe.

--

Changmin mulai merogoh kantungnya dan mencari kunci kost nya.

To be continued

0 komentar:

Posting Komentar