Sabtu, 30 April 2016

FF Bestfriend-Zone (Oneshot)

Bestfriend-Zone

Poster by Me
A Oneshot (±5k) by Laras Nindi I Starring Jeon Jungkook, Han Yerim(OC), and other cast I
Rated G I Genre Bestfriend, Romance, Family, slight! Angst, Fluff I
Disclaimer OC is my own! DO NOT PLAGIARISM!
Comment Juseyo
-

Memang terasa lebih sempurna jika tumbuhan bisa memiliki bunga bunga, karena lebih indah. Tapi tidak selamanya bunga selalu mekar bersama tumbuhan, ada kalanya tumbuhan harus berdiri sendiri.


-
            Aku berbaring dengan beralaskan pasir dan terpejam menghadap langit. Sapuan ombak sesekali menyapa jemari kakiku. Telingaku tak henti-hentinya mendengar suara ombak yang saling bertautan. Udara yang hangat begitu familiar merasuk di penciumanku. Kini aku membuka kedua mataku menoleh pada siluet seseorang yang juga berbaring dengan melipatkan kedua tangan di belakang kepalanya. Aku tak henti-hentinya menatap lekat tiap lekuk wajahnya.
Tak pernah berubah. Rahang yang nampak tegas, dengan hidungnya yang mancung, bibirnya yang tipis dan berwarna pink muda, serta matanya yang kini masih terpejam menikmati suasana. Tak terasa ujung bibirku otomatis sedikit tertarik ke atas. Entah mengapa, namun aku selalu nyaman berada di sisinya. Dia selalu tahu bagaimana diriku, menjagaku, menghiburku tak kala sedih, dan selalu tersenyum saat melihatku. Aku bisa melihat wajahnya terhalang helai-helai rambutnya yang tersapu angin.
“Sampai kapan kau akan menatapi wajahku?” Aku tersenyum mendengar penyataannya.
Ia membuka kedua matanya dan menoleh ke arahku.
“Sampai aku bosan.” Kata-kata yang begitu saja meluncur tanpa pembatas. Kini aku kembali memalingkan wajahku pada langit cerah yang nampak menjingga.
“Kapan saat itu tiba?” Tanyanya enteng.
Kini jemariku meringsut pada jemari tangannya, “Bahkan kata bosan tak akan pernah terbesit sekalipun, kita akan begini selamanya.”
Aku bisa merasakan ibu jarinya mengelus lembut punggung tanganku, “Apa aku bisa memegang kata-katamu?”
Aku menoleh dan tertawa renyah, “Jangan pegang kata-kataku, karena selamanya kata-kata tak akan bisa dipegang. Kau cukup buktikan saja.”
“Jungkook-ah apa kau masih ingat bagaimana kau menangis saat terjatuh dari ayunan?” Ingatan tersebut masih terpatri dengan jelas di memoriku. Wajahnya yang chubby kala itu dengan pipi yang sedikit merona merah dan mata sipitnya yang mengeluarkan air mata. Begitu lucu.
Wajahnya kini nampak sedikit bersungut “Kenapa kau tanya kejadian itu lagi, itu sudah 10 tahun yang lalu, saat aku masih di taman kanak-kanak.”
“Hahaha aku masih bisa mengingat dengan jelas bagaimana kau menangis kala itu. Bisa kah kau mempraktekannya lagi?” Aku terkekeh ke arahnya. Aku suka saat wajahnya nampak kesal.
“Huhuhu..” Ia mengece ke arahku, mempraktekkan anak-anak yang menangis dengan asal.
Aku harap kita akan tetap begini Jungkook. Sampai nanti kulitku mulai menua dan rambutku mulai putih dengan sendirinya. Sampai gigi kita satu persatu mulai copot dengan sendirinya. Sampai tua nanti.
Tiba-tiba saja aku mengingat petuah almarhum nenekku dahulu, jika kau benar-benar mencintai seseorang maka genggamlah dia, namun jangan membuatnya terlalu terkekang denganmu, biarkan cinta itu datang namun bukan sekarang tapi nanti jika kau sudah cukup tahu bagaimana cinta yang sesungguhnya dan bisa menggenggamnya selamanya.  
Aku terhenyak mengingat ingatan itu.
“Berjanjilah Jungkook kau tak akan pernah meninggalkanku.” Aku menunjukkan kelingkingku.
Ia tersenyum dan mengaitkan kelingkingnya padaku.
Persahabatan yang selama ini kami bina. Aku tak akan membiarkan sesuatu merusaknya. Aku akan selalu menyayangi Jungkook, dia akan selalu mendapatkan posisi spesial di hatiku. Kami tidak akan terpisahkan, kami selalu bersama sejak kecil. Dia adalah orang yang paling dekat denganku bahkan melebihi kedua orang tuaku yang hanya bisa mengurusi bisnisnya.
Aku bangun dan duduk di atas pasir menangkap matahari yang mulai mencelupkan perlahan tubuhnya ke laut. Jungkook juga bangun dan duduk di sampingku. Hampir setiap sore aku dan Jungkook akan ke pantai sekedar mengusir penat yang ada. Rumah kami memang berada dekat dengan pantai. Aku tinggal di sini bersama almarhum nenekku dulunya, karena orang tuaku dulu tak sanggup mengurusku. Tapi kini aku hanya tinggal sendiri di rumah. Ketika nenek meninggal, orang tuaku pernah mengajakku untuk tinggal bersama di Seoul namun aku menolaknya. Lebih baik aku di sini dengan hidup yang sederhana namun tidak kesepian, dari pada aku hidup mewah di kota tapi aku kesepian. Aku sudah cukup bahagia dengan sahabat karibku, bahkan lebih dari cukup. Rumah kami bahkan hampir berdempetan hanya terpisah oleh halaman samping. Dan jendela kamarku bersebrangan dengan jendela kamar Jungkook. Suatu kebetulan, atau itu takdir Tuhan? Membiarkan kami bertemu dengan mudahnya.
Aku menyandarkan kepalaku pada pundaknya yang begitu bidang. Dan kini rahangnya juga menumpu di atas kepalaku. Kami hanya terdiam satu sama lain. Kalut dalam pikiran masing-masing. Tanpa sepatah kata, dan membiarkan bising pantai memenuhi telinga kami.
Ibu Jungkook merupakan koki yang hebat di distrik kami, Ia memiliki restoran yang selalu di datangi pengunjung terutama jika hari libur, restoran akan penuh dengan pengunjung dan Jungkook akan disibukkan dengan kegiatan melayani pelanggan. Bahkan terkadang aku juga membantunya melayani pelanggan yang ada. Memang ada 2 pegawai yang bekerja di restoran tersebut, namun itu tak akan cukup melayani pelanggan di hari libur. Bahkan terkadang aku mendapat makanan ekstra atau upah dari nyonya Jeon- ibu Jungkook. Aku sudah mengenal dekat keluarga Jungkook, namun tidak terlalu dengan ayah Jungkook yang pulang sebulan sekali. Ayahnya merupakan salah satu bagian dari direksi koran nasional Korea. Ayahnya mengontrak di Seoul. Selain itu Jungkook juga memiliki seorang adik perempuan bernama Nami, dia sangat cantik, sama seperti nyonya Jeon-ibunya.
Aku mulai terperanjat dan bangkit dari posisiku. Mulai membersihkan rokku yang ditempeli pasir-pasir pantai. Aku rasa semilir angin begitu dingin, karena aku hanya terbalut seragam sekolah yang dari pagi kupakai.
“Ayo pulang.” Aku mengajaknya untuk beranjak dari tempat ini.  Jungkook mulai berdiri.
“Ayo. Aku penasaran, apa yang dimasak eomma untuk makan malam. Yeri-ah ayo ke rumahku dahulu untuk makan malam.”
Aku tersenyum sumringah menatapnya, “Baiklah, tapi aku akan pulang untuk membersihkan diriku terlebih dahulu.”
Tak lama kami melangkahkan kaki, kami sampai di antara rumahku dan Jungkook, lalu kami berpisah.
Aku sampai tepat di depan pintu rumahku yang gelap gulita. Aku hanya tersenyum kecut, lalu membuka knop pintu yang cukup tua. Suasana sepi menyambutku setibanya aku di dalam. Aku segera menyalakan saklar lampu, dan semuanya kembali cerah. Sebenarnya aku takut kegelapan selama ini, hanya saja aku selalu berusaha mengingat memori indah kala aku bertemu dengan kegelapan. Mengingat nenek atau Jungkook, mereka adalah hal terindah.
Kini tubuhku sudah terasa lebih segar. Setelah air dingin mengguyur ujung rambut hingga kakiku. Aku hampir siap ke rumah Jungkook. Hanya dengan merapikan sedikit tatanan rambutku, semua siap. Aku tidak sabar dengan masakan nyonya Jeon. 
Aku segera mengetuk pintu rumah Jungkook. Dan tak lama seseorang datang membukakan pintu untukku.
Anyeonghaseyo.” Aku mengulum senyum saat Nami ̶  adik Jungkook membukakan pintu untukku.
Eonnie!!” Ia berseru kegirangan, lalu memelukku kilat. Nami mempersilahkan untuk masuk ke dalam. Aku mencium bau sedap yang cukup menyengat, bahkan sebelum aku sampai di ruang makan.
Kini aku duduk di samping Jungkook dan di hadapanku ada Nami, lalu di sebelah Nami ada nyonya Jeon.
“Wah eomma sepertinya semua nampak lezat.” Aku bisa melihat ttoekboki, kimchi, dan jajangmyeon yang nampak lezat.
Aku memanggil nyonya Jeon dengan sebutan eomma sejak kematian nenekku 1,5 tahun yang lalu. Beliau sudah seperti ibuku sendiri. Bahkan panggilan ‘eomma’ merupakan ide nyonya Jeon. Ia dengan senang hati menganggapku sebagai putrinya.
“Terima kasih Yeri-ah.” Kecap nyonya Jeon yang tersenyum padaku.
Aku menyungging lengan Jungkook, “Kau beruntung Kookie-ah, kau punya eomma yang baik hati dan pintar sekali memasak.”
Dia mencubit pipiku begitu saja “Dan satu lagi. Aku juga punya sahabat yang bawel dan cantik.”
“Ya.. aku tidak bawel hanya sedikit cerewet.” Aku mendengus kesal pada Jungkook.
Lalu Nami juga cemburu “Lalu bagaimana denganku?”
Jungkook memukul kepala Nami dengan sendok “Ya Nami, kau juga, adik yang menyebalkan...” Aku melihat Jungkook terkekeh setelahnya.
Nyonya Jeon segera menuangkan salah makanan pada mangkuk kami, “Sudah jangan bertengkar, cepat makan. Mumpung masih hangat.”
Kami makan dalam diam. Tak lama untuk kami menghabiskan semua makanan, bahkan tanpa noda sedikitpun di atas mangkuk. Kini perutku terisi penuh dengan makanan lezat.
Jalmokhaesimnida..” Ucapku sekali lagi.
Di atas meja makan yang cukup sederhana, aku bisa merasakan kehangatan. Kami bercengkerama satu sama lain, dengan canda dan tawa sebagai padanannya. Kegiatan seperti ini sudah sering kualami, meski tidak tiap hari.
Eomma aku akan ke kamar. Kajja Yeri-ah.” Kini Jungkook mengajakku untuk ke kamarnya. Terkadang aku ke kamar Jungkook untuk sekedar bermain atau berbincang dengannya.
Aku duduk di pinggir ranjang Jungkook,
“Jungkook-ah  sini..” Aku menepuk posisi yang ada di sebelahku. Tak lama Jungkook duduk di sampingku.
“Yeri-ah bolehkah aku bercerita padamu?” Gumamnya lalu menatap tepat di mataku.
Aku terkekeh “Kau aneh sekali, cerita ya cerita saja. Parebwa.” Kecapku.
“Aku menyukai seseorang Yeri-ah.”
Aku tertohok dengan pernyataan Jungkook, bahkan Ia tak pernah menerima pernyataan cinta gadis-gadis di sekolah, sekalipun mereka cantik. Dan kini aku mulai penasaran siapa gadis itu? seperti apa rupanya? “Jinja?? Nugu? Nugu?” Aku begitu bersemangat. Aku merubah posisiku menghadap ke arahnya bersiap mendengar seluruh cerita darinya dan bersandar di ranjang.
“Dia perempuan ̶
Aku langsung melemparnya dengan bantal “Tentu saja bodoh, aku sudah tahu jika dia perempuan.” 
Ia mengerucut kesal “Dengarkan aku dulu idiot, kau ini merusak suasana saja- Aku sudah bersiap mendengarkannya.
“Dia gadis berambut lurus, dia selalu terlihat ceria, dia sederhana, dan dia .... sudahlah aku malas bercerita, kau merusak moodku Yeri.”
“Ya Kokie ah,.. aku penasaran siapa yeoja itu. Kookie kookie kookie ayoolah..” Aku memasang aegyo ampuh milikku.
Sireo.” Jungkook menggelengkan kepalanya padaku. Ya sungguh menyebalkan, aku sungguh ingin mendengar Ia bercerita.
“Apa kau ingin bermain kartu?” ajaknya namun aku berusaha mengalihkan pandanganku dari Jungkook, memunggunginya. Aku langsung menyambar salah satu koleksi komik milik Jungkook, dan membacanya sambil berbaring memunggungi Jungkook.
“Ya Ratu Ngambek, baiklah jika kau tak ingin main denganku.”
Author POV
Mereka saling membisu satu sama lain, Jungkook hanya terdiam menatap punggung Yeri yang diam memegang komik. Lama sekali Yeri tak membalik halaman komik itu. Kemudian Jungkook mengintip wajah Yeri pelan-pelan. Bahkan Ratu Ngambek sudah tertidur tak berdaya dengan komik yang tergeletak di tangannya. Jungkook segera bangkit dari kasur pelan-pelan, beralih ke sisi ranjang satunya dimana Ia bisa melihat wajah Yeri. Bibir Jungkook membuat kurva kecil saat manik matanya menangkap bayangan wajah perempuan yang kini ada di depannya. Ia mengambil komiknya dan meletakkan di rak. Kemudian menaikkan selimut ke tubuh Yeri. Ia segera keluar dari kamar dan menutup pintu perlahan.
Eomma, biarkan Yeri tidur di kamarku. Dia ketiduran, aku akan tidur di sofa.” Kecap Jungkook sambil membenarkan posisinya di atas sofa.
Nyonya Jeon menghampirinya sambil membawa sebuah bantal dan selimut, “Iya. Pakai ini.” Mengulurkannya pada Jungkook.

            5.00 KST Yeri mengerjapkan matanya beberapa kali, terbangun dari mimpi buruknya. Nafasnya masih memburu dan beberapa biji jagung keringat mengalir di pelipisnya. Yeri melihat sekitar, semua sepi dan Ia mulai beranjak menuju ruang keluarga. Ia menangkap sosok di atas sofa panjang, namja yang familiar dan selalu menemaninya. Selimutnya bahkan sudah tak beraturan jatuh di lantai. Yeri melangkah untuk memungut selimut itu, membenarkan posisinya di atas tubuh Jungkook yang terlelap.
Yeri beranjak ke dapur dan mendapati nyonya Jeon sedang menyiapkan sarapan dan bahan-bahan untuk di restoran hari ini.
Eomma, mau masak apa?” Yeri berjalan ke sebelah nyonya Jeon yang sedang memotong daun bawang.
“Telur dadar. Bantu eomma untuk mengaduk telurnya, di sana.” Tunjuknya dengan dagunya.
Yeri lekas mengaduk 3 telur yang sudah ada di dalam mangkuk “Eomma, apa eomma sudah tambahkan garam?”
“Belum, sekalian tambahkan garamnya eoh.”
Sudah pukul 5.30 KST dan seluruh sarapan sudah siap di atas meja makan. Ada Jus mangga, telur dadar, nasi, sayur, dan masih ada beberapa masakan lagi.
Eomma aku pulang dulu, aku harus bersiap-siap ke sekolah.” Setelah meletakkan makanan terakhir di atas meja.
“Baiklah, tunggu dulu. Bawalah beberapa makanan.” Nyonya Jeon segera mengambilkan kotak makan dan memasukkan beberapa lauk serta nasi.
“Untukmu sarapan, terserah kau mau makan di rumah atau sekolah yang penting harus sarapan. Oh iya sebelum kau pulang, tolong bangunkan Jungkook dulu.”
Algaesimnida eommaa.. terima kasih untuk makanannya Eomma.” Yeri meneteng kotak makannya.
Di ruang keluarga Ia masih melihat Jungkook tertidur pulas, dan lagi-lagi selimutnya sudah ada di lantai. Yeri menepok dahinya
Plek..
“Aisshh dasar Jungkook.” Umpatnya.
“Jungkookk bangun.” Sambil mengoyak pundaknya. Namun Jungkook mengacuhkan dan hanya membalikkan posisinya memunggungi Yeri.
“Ya Jungkook! Ppali ireona..!” Jungkook tak bergeming dari posisinya sedikit pun.
Yeri kembali melakukan aksinya yaitu memukul-mukul kakinya agar segera bangun, namun nihil. Kebiasaan Jungkook adalah sangat sulit untuk di bangunkan. Satu-satunya senjata paling ampuh adalah..
“Ayo bangun Kookie ah..” Yeri menggelitiki Jungkook, dan Jungkook menggeliat seperti cacing kepanasan.
Jungkook langsung terlonjak duduk, “Ya Yeri-ah, neo napeun yeoja. Lihatlah aku masih mengantuk.”
“Terserah, aku pulang dulu, anyeoonggg.”
Baru saja Yeri berjalan beberapa langkah tapi Jungkook kembali berbaring untuk kembali tidur, “Ya! Kookie jangan tidur lagi!!” peringat Yeri dan Jungkook langsung kembali bangun.
            Pagi ini Yeri sudah siap untuk berangkat. Ia menggendong tas kuningnya dan tak lupa bekal dari nyonya Jeon. Baru saja beberapa langkah Yeri menginjakkan kaki di ruang tamu, bel rumah berbunyi.
Nde.. tunggu sebentar..”
Sedetik setelah membuka pintu Yeri sudah mendapati seseorang tengah tersenyum manis di hadapannya.
“Kau sudah siap?” Sahut Jungkook.
“Sudah.”
Jungkook menarik tangan Yeri untuk keluar dari pintu “Ayo berangkat.”
“Yak tunggu, kunci dulu pintunya.” Elak Yeri.
“Aku yang kuncikan.” Jungkook segera mengunci pintu, kemudian menarik tangan Yeri yang setia di pegangnya, “Kajja.”
Seperti hari-hari biasanya, mereka akan berjalan bersama menuju halte dan berangkat denga bus. Bahkan terkadang obrolan mereka benar-benar tak penting, namun mereka akan menertawakannya bersama. Saat diperjalanan pun terkadang Jungkook akan melakukan keusilan.
“Ssst.. Yeri lihat ini. Akan ada motor lewat.”
Sedetik saat motor lewat “Tuan.. banmu..!” Jungkook berteriak pada orang yang naik motor.
Orang itu menoleh pada bannya dan Jungkook berucap “Bundarr!”
“Hahahaha..” Tawa Jungkook dan Yeri bersamaan.
Kya Jungkook, dasar kau ini. Kasian orang tadi ”
“Tapi kau tertawa bukan.” Yeri hanya mengiyakan pernyataan Jungkook.
Saat di bus mereka duduk bersebelahan dan mereka selalu berebut untuk duduk dekat jendela. Dan hari ini Yeri kalah cepat untuk duduk dekat jendela. Mereka benar-benar seperti anak kecil. Seperti biasa Yeri akan cemberut saat sahabatnya mendapatkan apa yang dia inginkan. Namun tanpa babibubebo kini Jungkook tidur menyandarkan kepalanya pada Yeri.
Ya tidur sana sendiri!” Yeri mendorong kepala Jungkook sampai kepalanya terpentok jendela.
Dagg..
“Ouchh” Jungkook merintih dan mengelus kepalanya yang sakit.
“Lihatlah wajahmu jadi jelek jika kau cemberut.” Namun Yeri tak mengidahkan kata-kata Jungkook. Dan kini wajah Jungkook membuat raut-raut yang sangat jelek, agar Yeri tertawa.
Yeri hanya menahan tawanya “Yasudah jika tidak mau tertawa.” Jungkook kembali tidur di pundak Yeri.
“Mmmppstt” Tawanya yang tak bisa ditahan akhirnya sedikit keluar.
 Sebenarnya Jungkook tahu itu meski matanya terpejam. Ia hanya tersenyum kecil.
            Hanya tiga bulan lagi hari kelulusan mereka. Ujian akan diadakan satu bulan lagi, dan itu bukan waktu yang lama. Namun sesuatu yang ditakutkan Yeri mungkin akan terjadi. Harus berpisah dengan orang-orang yang ia sayangi di Distrik Nam.
Saat istirahat Yeri membuka bekalnya dan makan bersama teman-temannya. Haneul, Hani, dan Seulgi.
“Aku tak menyangka ujian tinggal satu bulan lagi.”Ucap Hani sesekali menyesap minumannya.
Dan yang lainnya mengangguk, begitu pula Yeri, “Kau benar, aku langsung merinding jika mengingatnya.” Sahut Haneul.
“Kalian akan kemana setelah lulus?” Kini Seulgi mulai membuka mulut.
Yeri yang baru saja menelan makanannya langsung berucap “Yonsei University, aku akan ambil jurusan hukum di sana.”
“Aku akan ambil kedokteran.” Sahut Hani.
“Dokter apa?”
Kini Hani menyibakkan rambutnya ke belakang telinga “Tentu saja dokter kecantikan.”
“Kalau kau Haneul?”
“Aku akan ambil jurusan sastra Jerman, aku sangat ingin ke Jerman. Kau sendiri Seulgi?”
“Aku ingin mencoba audisi di SM Ent. Jika tidak berhasil aku akan mengambil di akademi seni.”
“Cocok sekali dengan bakatmu, kau juga cantik. Aku mendukungmu Seulgi.” Kecap Yeri.
Bincangan mereka begitu panjang tanpa akhir, namun bel masuk memotong keasyikan mereka.
            Sore itu seusai bel pulang berbunyi, langkah Yeri tertarik untuk melihat olahraga ssireum (olahraga saling menjatuhkan lawan dengan memegang tali yang sudah terlilit di pinggang). Yeri duduk di pinggir ruangan, dan kini giliran seseorang yang sangat dia kenal-Jungkook melawan teman sekelasnya Jimin.
“Semangat Jungkook-ah!” teriak Yeri pada Jungkook. Dan Jungkook hanya membalas dengan sebuah senyuman.
Mereka sudah bersiap-siap dan mulai. Mereka saling dorong dan berusaha mengangkat agar bisa menjatuhkan, namun dengan cermat Jungkook menjegal kaki Jimin dan mendorongnya sampai terjatuh di atas ring. Yak! Jungkook pemenangnya. Mereka saling hormat dan kembali ke pinggir ruangan.
Yeri menyodorkan minuman pada Jungkook. Dan Jungkook langsung menegaknya sampai habis tak bersisa.
“Yak! Aku tak menyuruhmu menghabiskannya..” Jungkook menutup botol dan mengacak kepala Yeri sambil menyodorkan botol kosong,
“Ambil ini. Aku akan ganti dan kita pulang bersama.” Jungkook segera meneteng tasnya menuju ruang ganti.
Yeri segera keluar dari ruangan.
-
            Sore ini tanpa aba-aba, Yeri dan Jungkook yang sedang berjalan menuju halte tiba-tiba mendapat semburan hujan dari awan. Sontak mereka segera berlari menuju halte. Kini setengah badan mereka basah terkena air hujan. Yeri menyibakkan sisa air hujan di jas Jungkook. Tak butuh waktu lama, bus menuju Distrik Nam datang. Dan kali ini tempat duduk dekat jendela merupakan hak wilayah Yeri, karena ia mendapatkan terlebih dahulu. Sesekali kabut putih mengepul dari mulut mereka.
“Ya, semoga saja saat kita turun dari bus hujan sudah terang.” Pinta Yeri.
Jungkook berusaha mengintip langit mendung, “Aku rasa tidak, awan mendungnya cukup pekat. Hujannya juga lebat sekali.” Sahut Jungkook menjawab Yeri.
“Sok tahu.”
Hari makin larut saat ekor matahari semakin meninggalkan horison sore. Semua nampak begitu blurry dari dalam jendela bus yang di aliri hujan. Yeri yang sedari tadi melelehkan pandangannya pada panorama hujan sore ini mulai tak kuasa menahan kantuk. Bahkan matanya sudah memerah. Mulut Yeri sudah berulang kali menguap sangat lebar. Kini rasa dingin membawanya dalam titik terdalam alam bawah sadarnya, membawanya dalam kematian kecilnya; tidur terlelap berandar di jendela bus. Jungkook yang sedari tadi melirik Yeri kini mulai meringsutkan jemarinya pada sela jendela dan kepala Yeri, menariknya pada sandaran bahu lapang Jungkook. Lalu tangannya merengkuh pundak Yeri agar tak kedinginan.
            Akhirnya bus sampai pada destinasi yang mereka tuju. Meski hujan mulai mereda, tapi masih saja gerimis. Terpaksa Jungkook harus membangunkan si putri tidur. Mereka segera berjalan turun menuju halte. Langit masih menunjukkan rintik gerimis.
Jungkook melepaskan jasnya, “Paling tidak tutupi kepalamu dengan ini.” Sambil menutupi kepala Yeri dengan jas sekolahnya. Yeri hanya menatap patuh pada perlakuan Jungkook. “Kajja.”
-
            Yeri membenamkan tubuhnya di atas kasur, dahinya terasa ditekan. Nafasnya lebih memburu dari biasanya. Ia lekas menarik selimut untuk membalut tubuhnya. Kepalanya terasa sangat pening. Ia merasa setidaknya tidur bisa membuat dirinya lebih baik.
-
“Jungkook-ah antarkan makan malam ini untuk Yeri.” Perintah Nyonya Jeon yang tengah menyiapkan makanan.
Jungkook, dengan celana HBA sebatas lutut dan kaus putih oblongnya menghampiri ibunya “Nde eomma..” Jungkook segera menyambar kotak makan dan mengambil jaket miliknya.
Setelah beberapa langkah berjalan, kini Jungkook tiba tepat di depan pagar rumahnya dan segera masuk. Jungkook segera membunyikan bel rumah, tapi tak ada tanggapan. Ia berusaha membunyikan bel beberapa kali, namun nihil. Jungkook segera membuka knop pintu, ternyata tidak di kunci.
Anyeonghaseyo, Yeri-ah...” Ia melirik ke penjuru ruang namun sepi. Ia mencoba melangkahkan kakinya ke kamar Yeri. Ia bisa melihat gundukan selimut di atas kasur. Jungkook hanya tersenyum simpul,
“Di situ kau rupanya putri tidur.”
Jungkook meletakkan kotak makannya di atas meja belajar Yeri dan menghampiri Yeri. Jungkook segera melirik Yeri yang tertidur memunggunginya. Jungkook menangkap wajah Yeri yang cukup pucat, bahkan dahinya agak berkeringat. Jungkook segera membalikkan posisi Yeri agar mudah mengecek keadaannya.
“Yeri??” 
Tak ada jawaban dari gadis itu. Jungkook segera mengecek panas tubuhnya, Jungkook menempelkan dahinya pada dahi Yeri. Benar saja, tubuhnya panas sekali. Jungkook segera mengambil kompres dan sebaskom air dingin. Jungkook bahkan menyingkirkan selimut dari Yeri, agar panas tubuhnya keluar. Yeri sedikit meringkuk saat selimut itu pergi dari badannya.
Jungkook segera mengkompres Yeri, perlahan. Bahkan sesekali Yeri mengigau memanggil halmeoni. Padahal Jungkook berharap jika Yeri mengigaukan namanya. Bodoh.
Jungkook beranjak menuju kotak obat, berharap ada Paracetamol di sana. Dia menemukannya. 
“Yeri, bangunlah. Ayo makan dan minum obatmu.” Pinta Jungkook. Seperti sebelumnya Yeri tak menyahuti ucapannya.
Setelah kurang lebih 2 jam menunggu Yeri, gadis itu akhirnya mulai terbangun. Dan Jungkook tertidur di meja belajar sambil memegang buku.
“Jungkook-ah” panggilnya lemah, saat ia melihat punggung namja yang meringkuk di meja belajar.
Jungkook yang biasanya sangat susah dibangunkan, tiba-tiba saja saat ini terbangun dengan mudahnya.
Ia mengucek matanya dan beranjak menghampiri Yeri, “Ya, odie appo?
Yeri menggeleng pelan.
“Bentar aku akan memanaskan masakan dari eomma. Tunggu di sini saja eoh.”
Setelah beberapa menit memanaskan makanan, Jungkook datang membawa nampan.
Kajja mogo.” Mengambil mangkuk lalu menyendok nasi dan lauk.
Yeri segera bangun “Ani, aku bisa makan sendiri.”
Jungkook segera menatapkan death glarenya pada sahabatnya,
“Baiklah, aku akan menurut. Akk..” Yeri membuka mulutnya, dan sesuap makanan masuk.
 Akhirnya semua makanan habis,   
“Ya chareseo urrital.” Sambil mengelus puncak kepala Yeri.
Jungkook menyodorkan obat dan segelas air, “Minumlah lalu tidur.”
Jungkook berdiri dan beranjak, “Kookie kau mau kemana?”
Menoleh, “Menurutmu?”
“Ya, gachimaa.
nde, arra arra. Sekarang tidurlah.” Lalu duduk di sebelah Yeri.
Bahkan tak butuh waktu lama untuk menunggu Yeri tertidur pulas. Namja itu segera mencari ponsel di dalam kantongnya. Ia segera menghubungi ibunya. Untuk memberitahukan keadaan Yeri. Tak lama selang beberapa waktu, seseorang datang. Jungkook segera membukakan pintunya.
“Eomma? Kenapa?”
Perempuan paruh baya itu segera menyodorkan sebuah termos, “Ini ada sup rumput laut untuk
̶ untukku?” Sela Jungkook.
“Aisshh, bukan. Ini untuk Yeri, untuk menurunkan demam. Dan ini baru untukmu.” Menyodorkan kotak makan malam untuk Jungkook.
“Nde eomma, arraseoyo. Tapi Yeri sudah tidur.”
“Panaskan untuknya besok pagi. Eomma memberimu izin untuk menjaga Yeri, bukan yang lain. Eomma percaya padamu.”
Jungkook menyembul poninya kilat, “Sebenarnya siapa sih anak Eomma?/”
“Sudah-sudah, Eomma pulang dulu. Kasian Nami.”Beranjak pergi dari Jungkook.
“Hati-hati.”
-
Kini langit masih melukiskan warna biru tua bersih. Tanpa ada polah tingkah sayatan dalam lukisan Tuhan itu. Mentari agaknya malu menunjukkan batang hidungnya di cakrawala. Sepasang mata mulai mengerjap menangkap minimnya cahaya di ruang itu. Batang hidungnya menangkap wewangian yang membuat perutnya meraung tanda lapar. Ia beranjak dari ranjang mengikuti wewangian itu. Semangkuk sup rumput laut lengkap dengan asap yang masih mengepul di atas meja makan. Ia segera mengambil posisi terbaiknya untuk menyantap sup rumput laut. Ia hanya menyantapnya dalam diam.
“Ahh, masyigeta..”  Setelah menghabiskan semangkuk sup.
-
Jungkook’s POV
            Sepoi angin menghanyutkanku yang tengah duduk di kursi taman, menghantar pada lamunanku yang hampir sama tiap kalinya. Hari ini adalah hari dimana aku akan menentukan nasibku ke depannya, ya hari pengumuman kelulusanku. Aku sungguh harap-harap cemas dengan hasil yang akan aku raih sebentar lagi. Tapi setidaknya aku sudah belajar dengan giat. Yeri, gadis bodoh itu tentu sudah memikirkan matang-matang tujuannya setelah 2 tahun di SMA. Ia ingin menjadi jaksa dan tentu akan bersekolah di sekolah hukum. 2 tahun untuk Yeri dan aku, itu bukan waktu yang lama untuk menentukkan jurusan yang akan kau pilih nantinya. Bahkan otakku serasa akan mengelupas dengan materi yang seharusnya diterima selama 3 tahun tapi malah dijejalkan hanya dengan waktu 2 tahun. Ya kami termasuk dalam kelas akselerasi, itu berarti kemampuan kami di atas rata-rata. Aku sudah memilih salah satu jurusan, tapi aku belum yakin akan pilihanku. Aku memilih jurusan
/Slep...
“Jungkook-ah kajja, pengumumannya sudah keluar.” Racau Jimin membuyarkan lamunanku.
Tak butuh waktu lama bagiku dan Jimin untuk sampai di depan papan pengumuman. Kini papan pengumuman bagai gula yang di kerubuti banyak semut. Semua siswa saling berusaha melihat hasilnya, meski pengumuman sudah dibagi di beberapa sudut sekolah. Tapi tak jauh dari diriku berdiri aku bisa melihat Yeri dan kawanannya. Aku segera meringsut masuk dalam kerumunan untuk mengambil tempat terdekat dari papan. Aku segera menelisik daftar kelas akselerasi A dan yash aku lulus. Sungguh ini benar-benar hal yang membahagiakan, terutama aku masuk dalam 5 besar pararel kelas akselerasi. Tetapi tetap aku masih 4 peringkat di bawah ranking pararel Yeri, ya Yeri ranking 1 pararel.
“YA JIMIN AKU LULUS DAN MASUK 5 BESAR...” aku berteriak kegirangan pada Jimin. Begitu pula Jimin yang ranking 10 pararel kelas IPA, ya dia bukan akselerasi tapi kakak tingkatku.
“NADO JUNGKOOK-AH, YA CEOTTAGU..”
Aku segera menoleh ke arah kiri.                                
“YERI-AH AKU RANKING LIMAA...” Aku memeluknya erat.
“KITA LULUS KOOKIE-AH....”
Entah sejak kapan Yeri sudah ada di sebelahku dan kini dalam pelukanku. Tapi sudahlah kini aku saking terbawa rasa senang.
Author’s POV
            2 tahun di bangku SMA dengan banyak kejadian dan pengalaman yang membuat Yeri dan Jungkook menjadi lebih dewasa memang tak terasa. Kini mereka sudah menjadi remaja 18 tahunan yang menjelang dewasa. Berharap meraih asa dan cita masing-masing untuk setelahnya.
09.00 PM
Tililit tilililit
Telepon berdering di sana-sini menggema, suara orang-orang saling bertautan, suara mesin detektor, dan masih banyak lagi. Sosok-sosok itu masih berdiri saling memberi semangat, petuah, kata-kata chessy, dan banyak lagi.
“Yeri hati-hati di jalan.”
“Tentu saja Kookie. Ah matta, aku lupa bilang kepada eomma untuk selalu memarahimu jika dirimu tidak jadi anak yang bisa membanggakan keluarga. Jadi aku aku berpesan padamu Kookie, jadilah anak yang baik eoh..” sambil mencubit pipi Jungkook sekeras-kerasnya.
Kya, memang aku apa? Aku sudah berumur 18 tahun kau pikir aku anak kecil. Tentu saja aku akan membahagiakan keluargaku.”
Yeri menggenggam erat tangan Jungkook, “Jungkook-ah, maafkan aku eoh?”
“Untuk apa?”
“Segalanya, maaf jika aku cerewet padamu, maaf jika aku selalu mengambil tempat tidurmu, maaf membuatmu selalu menungguku, maaf jika aku selalu mengganggu tidurmu, maaf membuatmu berbagi kasih sayang eomma, maaf karena aku sungguh menyayangimu.”
Jungkook menarik Yeri dalam dekapannya, “Kau tahu atas semua yang kau perbuat, itu semua tidak gratis, kau harus membayarnya suatu hari nanti. Satu hal lagi, aku juga menyayangimu, ani tapi mencintaimu. Kau masih ingat gadis yang waktu itu aku ceritakan padamu?! Itu dirimu Bodoh. Maaf aku baru mengatakannya sekarang, aku terlalu pengecut.” Jungkook melepaskan pelukannya “Aku mohon padamu, meski aku dan keluargaku sudah berbuat baik padamu. Jangan jadikan itu semua beban untukmu, kami melakukannya karena kami menemukan sosok yang benar-benar mirip dengan Jeon Mo Yeon kakakku yang dulu meninggal, tapi tidak denganku aku melakukan semuanya kerena kau adalah Yeri, Han Yerim. Maaf aku baru mengatakannya sekarang. Tapi aku berpesan himne Han Yerim.” Dengan senyum lebarnya.
Yeri hanya menatap Jungkook lekat-lekat. Di pipinya sekarang sudah berlinang air mata.
“Kenapa menangis? kya uljima.” Pinta Jungkook.
Pabo, kau sahabatku yang paling bodoh. Ani aku rasa kau bukan Jungkook. Jungkook tidak pernah berkata lebih dari 3 kalimat dalam sekali ucap. KYA PABBO, KAU MEMBUATKU SULIT UNTUK PERGI MENINGGALKANMU DAN SEMUA.” Jungkook membekap mulut Yeri yang berteriak sungguh keras.
“Ini tempat umum, lihatlah semuanya menatap ke arah kita. Aku akan melepaskan bekapanku tapi bicaralah dengan normal.” Jungkook melepas bekapannya perlahan dan mengusap air mata yang terus membanjiri pipi Yeri.
Nafas Yeri naik-turun tak beraturan karena tangisnya “Gomawo Jungkook-ah, neomu-neomu ghamsahamnida.” Yeri memeluknya erat, sangat erat. Ini adalah pelukan Yeri yang paling erat dari sebelum-sebelumnya. “Aku minta satu hal dan aku tidak perlu jawabanmu.” Yeri melepaskan pelukannya dan
Cup..
Ciuman untuk pertama kalinya dari Yeri mendarat di pipi Jungkook. “Aku pergi, pesawat sepertinya akan berangkat. Anyeong Jungkook-ah..” Jungkook hanya terdiam dan menatap kemana Yeri pergi.
Tak lama kesadarannya pulih “Hati-hati Yeri, jaga kesehatanmu, jangan sampai demam lagi..!!”
Yeri menoleh dan tersenyum lebar, “Kookie hwaiting!!”

            Jungkook segera kembali ke rumah mungkin 2 hari lagi Jungkook juga akan meneruskan kuliahnya. Berbeda dengan Yeri yang ke Incheon, Jungkook akan pergi ke Seoul. Jungkook berjalan di pinggir pantai, beriringan dengan ombak. Langit menjingga dengan beberapa Camar yang mencari ikan. Masih sama seperti biasanya tapi mungkin pengunjung tetap pantai ini akan berkurang. Jungkook harus menerima bahwa kata ‘bersama’ memang tidak untuk selamanya. Memang terasa lebih sempurna jika tumbuhan bisa memiliki bunga bunga, karena terasa lebih indah. Tapi tidak selamanya bunga selalu mekar bersama tumbuhan, ada kalanya tumbuhan harus berdiri sendiri.
-
            Bintang dan bulan kini bersonansi membelah pekatnya langit hitam kota Seoul malam ini. Dan awan masih setia meninggalkan jejak-jejak gumpalannya. Sunyi sekitar tak menyurutkan semangat seseorang yang kini masih berkutat pada file-file miliknya. Masih setia di atas meja kerjanya dengan setumpuk file. Berusaha menemukan banyak argumen pematah spekulasi yang mungkin akan disajikan dalam sidang berikutnya. Setidaknya setumpuk kertas yang berharga tinggi atau kau bilang uang sudah ia terima dari kliennya. Ia tidak pernah menerima gaji buta begitu saja. Bahkan kantung matanya kini sudah memiliki kantung mata. Sungguh menyedihkan. Dengan rambut digelung sembarang, celana longgar, dan kaus oblong yang melekat sungguh tidak menampakkan wibawa seorang pengacara. Matanya menoleh pada jam di pojokan laptop miliknya, 02.30. setidaknya ia harus beristirahat selama 3 ½ jam sebelum persidangan. Ia segera merangkak menuju pembaringan. Tulangnya sudah bergemeletuk ingin copot., apalagi otaknya yang mungkin sudah tidak ketulungan.
-
            Dengan baju renda putih dan rok sepan hitam sebatas lutut dan rambut tergerai rapi, ia duduk sambil memandangi kukunya yang berwarna maroon. Perempuan 20 tahunan itu mengeluh pada seseorang yang kini ada di hadapannya. Dengan sikapnya yang percaya diri dan tanpa malu ia menceritakannya.
“Pengacara Han, aku mohon aku ingin menuntut perempuan tua bernama Song Hera. Ia benar-benar keterlaluan.”
Pengacara yang duduk hadapannya mendengar dengan lamat, “Mengapa anda ingin menuntut Nyonya Song Hera?”
“Dia bermesraan dengan pacarku.” Jawabnya kesal dan meluap-luap.
Pengacara bernama Han itu merasa presensi nona ini membawa haltidak enak “Apa hubungan Nyonya Song Hera dengan pacarmu, nona?”
“Song Hera adalah istrinya.”
Sontak pengacara yang ada di hadapannya tercekat dan tak sengaja mengucap “Heol.
“Maaf Nona mungkin anda bisa keluar dari ruangan saya, saya tidak bisa membantu.” Pengacara itu menunjuk pintu ruangannya.
Nona itu lantas berdiri dan menggebrak meja “Apa guna papan nama ini eoh? ‘Pengacara Han Yerim’/mengeja papan nama/. Omong kosong, kau tidak bisa apa-apa.”
“Silahkan anda keluar sebelum saya menuntut anda dengan tuduhan perusakan nama baik. Dan di sini ada cctv. Asal tahu saja Nona, saya juga lelah setelah memenangkan persidangan”
Nona itu keluar ruangan dan membanting pintu.
“Benar saja feeling tidak enakku tadi. Dasar wanita gila, sudah jelas-jelas dia selingkuhannya. Tentu saja aku tidak memiliki argumen nantinya. HUFT.”
Tok..tok
“Apa lagi??” teriak pengacara yang bernama Han Yerim itu.
“Permisi pengacara Han, anda mendapat klien baru dan dia meminta bertemu dengan anda besok.”
Pengacara 24 tahunan itu masih memijit pelipisnya yang pening, “Apa kasusnya?”
“Dia ingin mendapatkan hak asuh anaknya setelah perceraiannya minggu lalu, ini data orang tersebut. Anda bisa menemuinya pukul 10 pagi di kafeXXX. Ini data orangnya.”
“Tidak bisa, aku ada janji klien lain. Beritahu dia jam 4 sore, di kafe tadi. Tepat waktu atau tidak sama sekali.”
“Baiklah pengacara Han, saya permisi dulu.”
“Ne.. ne..” sambil menggibas-kibaskan tangannya.
Setelah sepi
“Rasanya aku ingin kabur dari Seoul saja, aku rindu eomma, Nami, dan Jungkook. Sudah 6 tahun aku tidak bertemu sahabat karibku. Nomernya saja sudah tak bisa dihubungi.”
Ia bersandar di kursi kerjanya dan memejamkan matanya untuk istirahat sejenak.
-
            Hari ini sepeninggalnya dari kantor, pengacara Han Yerim segera menuju kafe untuk bertemu lagi dengan klien lain. Matahari tampak di ufuk barat horizon sore dengan kegiatan Kota Seoul yang padat, seperti jadwal pengacara Han. Bahkan wanita itu belum sempat membuka data klien yang akan ditemuinya. Ia mengambil tempat duduk yang dekat dengan pemandangan Kota Seoul, berharap bisa menghilangkan penat sesaat. Dengan sesekali menyesap caramel macchiato yang tadi dipesannya.
Ia hendak membuka data yang ada di tasnya,
“Permisi apa anda pengacara Han?” belum sempat membaca data tersebut ia segera menoleh ke arah suara.
“Ah benar, anda.../ucapannya tersendat/
Jeon Jungkook-shi?”

END
Gimana ceritanya reader? Terima kasih udah baca ff ku. Mian kalo ceritanya terlalu cheesy. Comment juseyo chingudeul.. Gomawo..
           



0 komentar:

Posting Komentar